Saturday, March 21, 2020

Melasti dan Upaya Mencari Air Suci Kehidupan (Tirta Amertha)



Upacara melasti di Bali 
Melasti merupakan rangkaian dari hari raya Nyepi. Melasti sendiri berasal dari kata Mala dan Asti, mala artinya keletehan atau kekotoran sedangkan asti artinya membuang atau memusnahkan. Jadi melasti dapat diartikan sebagai upacara yang bertujuan untuk membersihkan segala kekotoran baik yang ada di bhuwana agung maupun bhuwana alit. Dalam lontar Sundarigama dan lontar Sang Hyang Aji Swamandala disebutkan tujuan dari melasti adalah untuk “Ngiring prewatek dewata”, membawa pratima dan seluruh simbul-simbul upacara seperti senjata Dewata Nawa Sanggah, dll. “Amet tirtha amerta ring telenging segara”, mengambil tirtha amerta di tengah samudra. “Angayutaken papa klesa”, menghanyutkan kotoran, penderitaan.  Dan tirta amerta ini kemudia digunakan untuk menyucikan diri pribadi masing-masing.

Lukisan India menggambarkan Sagaramantana
Sumber : wikipedia

Mengambil tirta amerta di tengah samudra diambil dari kisah Samuderamantana atau pengadukan lautan susu, kisah ini banyak terdapat dalam kitab-kitab Purana dan Adiparwa, parwa pertama dari Mahabharata. Menceritakan tentang upaya para Sura (Dewa) dan Asura (Raksasa, Iblis) untuk memperoleh air suci tirta amerta yang dapat memberikan keabadian kekekalan bagi siapa saja yang meminumnya.

Dalam mengaduk lautan susu ini, para dewa dan asura menggunakan gunung Mandara Giri sebagai tongkatnya dan Naga Basuki (Wasuki) sebagai pengikatnya dan karena Samudra susu ini tidak memiliki dasar maka gunung mandara giri ini tenggelam jauh ke dasar lautan, untuk mengatasi hal ini maka Dewa Wisnu berubah wujud menjadi Kurma Awatara (Kura-Kura Besar) dan berenang kedasar Lautan lalu kemudian menopang gunung Mandara Giri agar tidak tenggelam. Dalam pengadukan lautan susu ini para Dewa memegang ekor Naga Basuki dan para Asura memegang bagian kepalanya. Saat Naga Basuki mulai ditarik maka gunung Mandara Giri mulai berguncang dengan sangat hebatnya dan tidak lama kemudian muncullah racun yang sangat berbahaya yang disebut dengan Halāhala atau Kālakūṭa, demikian berbahayanya sehingga dapat memusnahkan alam semesta dan proses pengadukan lautan susu pun tidak dapat dilanjutkan. melihat akan hal ini kemudian Dewa Siwa pergi untuk meminun racun yang keluar dari atas gunung Mandara Giri dan menyelamatkan jagat raya. Melihat suaminya meminum racun yang sangat berbahaya itu Dewi Parwati sebagai sakti beliau kemudian membantu menekan leher Dewa Siwa agar racun Halāhala itu tidak dapat masuk kedalam tubuh Dewa Siwa dan hanya berhenti di leher saja. Karena hal ini juga kemudian leher Dewa Siwa berubah menjadi biru sehingga Beliau disebut juga dengan Nilakanta (nila= biru, kantha=leher). Setelah racun Halāhala ini hilang maka prosesi pengadukan lautan susu ini bisa dilanjutkan kembali. Dan setelah itu kemudian muncul beberapa harta benda berharga mulai dari pohon parijata, bulan, bidadari, waruni (dewi pencipta minuman), Dewi Laksmi, Kamadhenu (sapi ajaib), Airawarta, Uchhaishrawas (kuda berkepala tujuh), Kaustubha, Busur yang sangat kuat, Dhanwantari (tabib para dewa) dengan membawa air keabadian Amerta.
Nah itu tadi adalah filosofi dari upacara Melasti yang dilakukan oleh umat Hindu di Indonesia sebagai salah satu rangkaian hari raya Nyepi yang diperingati setiap satu tahun sekali. Ditahun 1941 saka ini seluruh umat manusia di uji dengan datangnya virus penyakit yang menjadi pendemi karena telah menjangkit 159 Negara. Entah ini suatu yang kebetulan atau tidak tapi virus yang membuat seluruh makhluk gempar ini datang pada saat menjelang datangnya hari Raya Nyepi yang mana kita ketahui dari rentetan hari raya sendiri di saat tilem kesanga kita akan melakukan Melasti, Tawur Agung dan Tapa Bratha Penyepian, seperti yang kita tahu Melasti selain berupaya untuk mencari Tirta Amerta juga untuk menyucikan bhuwana dari kekotoran yang mana di simbolkan ketika prosesi pengadukan lautan susu diatas para Dewa dan Asura sempat dibuat tak berdaya karena munculnya racun Halāhala dan Dewa Siwa muncul untuk memusnahkan racun yang sangat berbahaya tersebut oleh karena itu penyakit yang sekarang sedang menyebar ke seluruh dunia dan telah memakan banyak korban jiwa ini dimomen yang sangat baik ini dalam upaya kita untuk mencari Tirta Amerta dan penyucian diri mari juga kita memuja dan memohon kepada Hyang Widhi yang manifestasinya sebagai Dewa Siwa agar mau untuk memusnahkan wabah penyakit yang disebabkan oleh virus Covid-19 ini dengan cara selalu melantunkan Maha Mrityunjaya Mantra disetiap Saddhana yang dilakukan.

ॐ त्र्यम्बकं यजामहे
सुगन्धिं पुष्टिवर्धनम् ।
उर्वारुकमिव बन्धनान्
मृत्योर्मुक्षीय मामृतात् ।।

OM Tryambakam Yajamahe

Sugandhim Pushtivardhanam

Urvaarukamiva Bandhanaan

Mrityormuksheeya Maamritaat.


Arti  :
OM, Engkau yang Bermata Tiga, Kita bermeditasi kepada-Mu, Yang menembus dan memelihara semua seperti wewangian. Semoga kita dibebaskan dari kekuatan penyakit, perbudakan dan kematian demi keabadian.

Itu tadi sekilas tentang Melasti semoga artikel ini dapat bermanfaat dan menambah pemahaman kita dalam beragama dan semoga semua makhluk selalu dalam keadaan bahagia.

Sumber :
Maharta Nengah & Wayan Seruni. 2014. Pengembangan dan Pendalaman Agama Hindu. CV Seruni Bandar Lampung

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Samudramantana

Sunday, March 15, 2020

Tilěm Kesanga Sebagai Pengruwata/ Penyucian Bhuwana Agung & Bhuwana Alit




Sumber : mediaindonesia

Tilěm diyakini sebagai waktu sakral karena merupakan waktu peralihan yakni waktu berakhirnya paroh gelap dan awal dari paroh terang. Pada saat Tilěm diyakini Dewa Surya (Matahari) melakukan yoga. Menurut lontar Sundarigama, pada saat Tilěm merupakan waktu untuk melebur segala bentuk noda, kekotoran, kepapaan, penderitaan dan bencana yang menimpa diri manusia.  Dalam Kakawin Bharata-yuddha diungkapkan bahwa malam gelap atau Tilěm berkaitan dengan malam penuh duka setelah pertempuran dahsyat. Dikisahkan Pandawa meninggalkan perkemahan mereka untuk mencari penyucian dengan mengunjungi tempat-tempat suci. Sekitar pukul tiga dinihari, terjadi pertanda-pertanda tidak baik dan tidak lama kemudian datang seorang bintara datang membawa berita duka tentang anak-anak laki-laki Pandawa atau Sang Panca Kumara berserta saudara laki-laki lainnya yang ditinggal di perkemahan telah meninggal dunia. Malam gelap itu menjadi malam penuh duka dan maut.

Nah dari kedua sumber tersebut dapat di simpulkan Tilěm merupakan waktu yang sakral dan juga sekaligus waktu yang rawan. Karena itu pada saat Tilěm umat Hindu diharapkan melakukan melakukan persembahyangan di Sanggar, Pura dan tempat suci lainnya. Untuk memohon pengetahuan, penyucian dan juga perlindungan kepada Hyang Widhi Wasa.
Diantara Tilěm yang diyakini paling sakral adalah Tilěm Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan

Pasucen watěk dewawa kabeh, an ring tělěng ing samudra camananira amreta sari ning amrěta kamadalu 

Artinya Tilěm Kesanga adalah waktu bagi para Dewa menyucikan diri di tengah samudra sambil mengambil intisari air suci kehidupan abadi yang disebut amrěta kamandalu.

Pada saat Tilěm Kesanga juga diperingati oleh umat Hindu Sebagai hari raya Nyepi dan dua hari sebelum Tilěm Kesanga merupakan waktu untuk melakukan Mlasti dengan cara mengusung arca atau pratima Sanghyang Tiga Wiśesa (arca di Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem) dibawa ke tepi pantai sambil membawa sesaji untuk persembahan kepada Bhatara Baruna. Tujuan dan makna upacara Mlasti sendiri lontar sundarigama disebutkan “Angayutakěn lara ning jagat, sapapa klěsa letěh ing bwana” adalah meng-hanyutkan dan melebur segala penderitaan, kepapaan, kekotoran, noda serta segala bentuk bencana yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu mlasti juga diartikan sebagai hari pengruwatan jagat agung dan jagat alit (manusia), seperti yang sedang ramai dibincangkan sekarang berkaitan dengan maraknya virus yang menyebabkan manusia sakit dan menyebar luas hampir diseluruh dunia mengalami akan hal ini. Maka pada saat Tilěm Kesanga inilah dirasa baik untuk kita memohon kepada Hyang Widhi Wasa untuk dapat melindungi umat manusia serta membersihkan jagat raya ini dari penderitaan, kepapaan, kekotoran, noda dan bencana yang sedang berlangsung agar dapat sirna. Dan pada saat Mlasti ini juga sebagai upaya  untuk memohon air suci kehidupan Tirta Kamandalu (amreta sari ning amrěta kamadalu) untuk kesejahtraan umat manusia dan seluruh isi alam semesta. Setelah bhuwana agung ini dibersihkan dengan upacara mlasti maka selanjutnya giliran bhuwana alit dibersihkan dengan cara tapa brata yoga samadhi, yaitu dengan melakukan catur brata penyepian (amati geni= tidak menyalahkan api, amati karya= tidak berkerja, amati lelangunan= tidak bersenang-senang dengan cara bermain HP, TV, musik dll. Amati lelungan= tidak berpergian).

Saat hari raya Nyepi juga seyogyanya diperingati sebagai intropeksi diri kita atas segala sesuatu yang telah dan sedang terjadi ini agar dapat menjadi lebih baik lagi.

Sumber :
Suarka Nyoman. 2014. Sundarigama. ESBE Buku. Denpasar Timur.
Maharta Nengah & Wayan Seruni. 2014. Pengembangan dan Pendalaman Agama Hindu. CV Seruni Bandar Lampung


Sunday, March 8, 2020

Kawangen Adalah Simbol Dari Sang Hyang Widhi Wasa

Kawangen Adalah Simbol Hyang Widhi Wasa


Kawangen berasal dari kata Wangi yang kemudian mendapat imbuhan depan KA dan akhiran AN, huruf akhir i pada kata wangi bertemu dengan a pada tambahan an maka terkena hukum sandi dan berubah menjadi e sehingga setelah mendapat imbuhan ka dan an maka menjadi Kawangen.
Kawangen adalah salah satu banten yang biasanya digunakan untuk sarana persembahyangan umat Hindu. dalam Lontar Sri Jaya Kasunu Kawangen disebut sebagai lambang "Omkara". sedangkan dalam Lontar Brahdhara Upanisad Kawangen disebutkan sebagai lambang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan itu sendiri. kata Omkara juga merupakan sebutan nama Hyang Widhi Wasa yang pertama-tama sekali. itu kenapa setiap Mantra atau doa pasti di awali dengan mengucap Omkara dan diakhiri dengan Omkara. hal ini tertuang dalam kitab suci Manava Dharmasastra II, 74 yang artinya pengucapan Omkara pada awal Mantra Veda bertujuan agar tujuan pengucapan mantra itu jangan sampai tergelincir nyasar sedangkan pada akhir Mantra Veda bertujuan agar makna suci dari pengucapan Mantra Veda itu jangan sampai menghilang.
Kawangen disebut sebagai lambang Hyang Widhi karena simbol dan unsur pembentuk yang ada di dalamnya yaitu :
Sumber: @HinduKita

  1. Kojong = terbuat dari daun pisang berbentuk kerucut menyimbulkan angka tiga huruf Bali/ Kawi
  2. Pekir = dibuat dari janur seperti menyerupai hiyasan kepala dari tarian jangger (tarian muda-mudi di Bali) merupakan simbul sari ULU ARDHA CANDRA dan NADA
  3. Uang Kepeng = sebagai simbul Windu (nol) maka disarankan jika tidak ada uang kepeng sebaiknya gunakan uang logam jangan uang kertas yang di gulung kecil karena akan mengurangi arti dan juga maknanya.
  4. Porosan = ditempatkan di bagian dalam kojong sehingga tidak terlihat dari luar yang terpenting dari pososan yaitu terbuat dari tiga unsur yaitu; daun Sirih sebagai simbol dari Dewa Wisnu, Pinang  lambang Dewa Brahma dan Kapur Sirih melambangkan Dewa Siwa.
  5. Bunga = simbul rasa cinta dan bhakti tulus yang ditunjukan kepada Hyang Widhi Wasa.

Dari unsur pembentuk dari Kawangen tersebut sudah sangatlah jelas bahwa Kawangen merupakan Simbul Tuhan dalam bentuk tetanding (Sarana Upacara). Oleh karena itu ketika kita mengunakan Kawangen maka jangan sembarang meletakan Kawangen saat hendak melakukan persembahyangan usahakan untuk mengalasinya jangan asal diletakan dibawah usahakan untuk membawa bokoran atau dialasi dengan daun jika memang tidak ada alasnya karena itu akan digunakan untuk memuja Hyang Widhi Wasa.
Selain untuk sarana persembahyangan Kawangen juga digunakan untuk banyak kegiatan Panca Yadnya. Mulai dari Dewa Yadnya sampai dengan Bhuta Yadnya.

Sunday, August 25, 2019

Weda Takut Pada Orang Bodoh!

Tiap agama di dunia ini, memiliki pustaka suci. Pustaka suci sebuah agama menjadi sumber segala sumber ajaran agama tersebut. Aspek-aspek filsafat, aspek ritual  maupun etika pelakanaan ajaran beragama, bersumber dari nilai, kaedah, norma dari pustaka sucinya.  Semua agama di dunia ini memiliki kebenaran suci, kekal dan universal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh penganutnya.
Sumber ajaran agama Hindu adalah Weda, yaitu pustaka yang berisi ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi melalui para Maha Rsi. Secara ethimologi, kata Weda berasal dari kata Wid, artinya “mengetahui atau pengetahuan”.  Weda adalah himpunan wahyu Hyang Widhi berupa pustaka suci dengan bahasa sansekerta atau yang disebut juga bahasa Daiwivak/bahasa Dewata, isi dalam kitab suci Weda mengatur segala aspek kehidupan manusia.

Maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda  menjadi dua golongan yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti.  Pengelompokan pustaka suci Weda, berdasarkan wahyu langsung dan tafsiran yang telah berkembang dan tumbuh sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah.  Weda Sruti adalah wahyu atau sabda Hyang Widhi, yang didengar langsung oleh para Maha Rsi. Kata Sruti sendiri memiliki arti ‘yang didengar‘ jadi Weda Sruti adalah pustaka suci yang diterima langsung atau diwahyukan langsung oleh Hyang Widhi.  Sedangkan Weda Smerti berasal dari kata Smr artinya ‘ingat’. Jadi Weda Smerti adalah pustaka suci yang ditulis oleh Maha Rsi berdasarkan ingatan atas wahyu yang pernah diterimanya. Mengenai kitab suci Weda Sruti dan Smrti ini diuraikan dalam kitab suci Manawadharmasastra, II.10 menegaskan;

Srutistu wedo wijneyo dharma
Sastram tu wai smertih,
Te sarwartheswam immamasye tabhyam
Dharmo hi nirbabhau

Artinya: Sruti adalah Weda dan Smerti itu adalah Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan
dalam hal apapun juga karena keduanya adalah pustaka suci yang menjadi sumber ajaran
dharma.

Dari sloka diatas, tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak terbantahkan. Sruti dan Smerti adalah ajaran dasar yang harus dipegang teguh seluruh umat Hindu.

Lalu mengapa Weda takut dengan orang bodoh ?. Kita sering mendengar bahwa Weda takut dengan orang bodoh yang seakan-akan hendak melukai kitab suci Weda. Hal ini diuraikan dalam kitab suci Sarasamuccaya 39 yaitu :

Itihāsapurānābhyām vedam samupavrmhayet,
Bibhetyalpaṣrutādvedo māmayam pracarisyati.

Artinya: Weda itu hendaklah dipelajari dengan sempurna dengan jalan mempelajari Itihasa dan
Purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya.
“wahai tuan-tuan, janganlah tuan-tuan datang padaku”, demikian konon sabdanya, karenat takut.

Di dalam kitab Vahyu Purana, I. 201, juga mejelaskan bahwa “Hendaknya seseorang dalam mempelajari Weda melalui pelajaran Itihasa (Mahabharata dan Ramayana) juga kitab Purana, sebab Weda sangat takut jika seseorang yang bodoh membacanya dan berfikir bahwa orang bodoh itu akan memukulnya.

Dari uraian sloka diatas maka dapat disimpulkan bahwa kenapa Weda takut pada orang bodoh karena di dalam Weda mengandung ilmu pengetahuan yang sangat rahasia, kita harus mempunyai ilmu pengetahuan suci yang luas untuk memahaminya, selain itu ajaran Weda sangatlah universal dan tidak semua orang dapat memahaminya. Oleh karena itu sebelum kita mempelajari kitab suci Weda maka kita harus landasi diri kita terlebih dahulu dengan mempelajari Itihasa (Mahabharata & Ramayana) serta Purana (Maha Purana terdiri dari 18 Purana).  Jika kita sudah memiliki dasar ilmu pengetahuan dari Itihasa dan Purana maka kita sudah siap untuk mempelajari kitab suci Weda. Sebab tanpa dasar ilmu pengetahuan Itihasa dan Purana maka kita akan buta dan yang dimaksud orang bodoh disini iyalah ia yang tanpa pengetahuan dasar mempelajari Weda maka ia akan menafsirkan Weda dengan semaunya sendiri dan terkadang Weda dijadikan alat untuk kepentingannya semata, seperti yang dilakukan seorang dokter dan juga tokoh misionaris dari India, ia menafsirkan Weda dengan setengah-setengah dan mengartikan Weda dengan seenaknya sendiri demi kepentingannya dan juga golongannya.  Hal ini lah yang ditakutkan oleh Weda, seakan akan orang-orang seperti itu hendak memukulnya.

Sumber :
Parisada Hindu Dharma Indonesia.  2014.  Swastikarana Pedoman Ajaran Hindu
Dharma.  Jakarta.  PT. Mabhakti

Maharta Nengah & Wayan Seruni. 2014. Pengembangan dan Pendalaman Agama Hindu. CV Seruni Bandar Lampung

Kadjeng Nyoman, dkk. 1997. Sārasamuccaya. Paramita Surabaya.

http://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id/salah-tafsir-sarasamuccaya-1_55296ce26ea83486278b4592


Sunday, June 30, 2019

5 Kebohongan Yg Diperbolehkan dalam Hindu

Hindu memperbolehkan lima kebohongan ini untuk dilakukan

Berbohong adalah pernyataan yang salah dibuat oleh seseorang dengan tujuan agar pendengar dapat mempercayai akan apa yang disampaikan dan Secara umum berbohong merupakan perbuatan dosa (Adharma) yang melanggar norma-norma agama, sehingga semua agama melarang perbuatan ini untuk dilakukan. Namun di dalam kitab suci Cānakiya Nītīśāstra 7.12 disebutkan;

Nātyantaṁ saralairbhāvyaṁ gatvā paśya vanasthalīm,
Chidyante saralāstatra kubjāstiṣṭhantipādapāḥ.

Artinya: Janganlah hidup terlalu lurus atau terlalu jujur, sebab begitu Anda pergi ke hutan Anda akan
melihat bahwa pohon-pohon yang lurus ditebang, sedangkan pohon yang bengkok dibiarkan hidup.

Dari kutipan sloka tersebut menyelaskan bahwasanya kita diperbolehkan untuk berbohong, hal ini pun dipertegas dengan kitab suci Slokāntara 69 (22) yaitu;

Narma syad wacanam yaddhi prānadrawyarakṣsne ca,
Strisu wiwāhakale tu pañcanṛtam na patakam.

Artinya: Ada lima macam kebohongan yang dapat dianggap bukan dosa yaitu; lelucon, ucapan yang
menyebabkan orang tertawa, ucapan untuk menyelamatkan jiwa, ucapan untuk menyelamatkan
harta kekayaan, menyelamatkan anak dan istri dan juga pada waktu bersenggama atau bercumbu
rayu. Kalau upacan itu berbohong, kebohongan ini diperbolehkan.

Sumber: steemit.com

Nah dari sloka di atas sangatlah jelas  dan juga menjawab pertanyaan yang timbul dari sloka pertama bahwa kita diperbolehkan berbohong dan  ada lima macam bentuk kebohongan yang diperbolehkan yaitu, berbohong saat sedang berseda gurau atau ucapan yang membuat orang lain dapat tertawa, berbohong untuk melindungi jiwa kita, untuk melindungi harta benda yang kita miliki, menyelamatkan anak dan istri dan juga ketika sedang bersenggama atau bercumbu rayu. Kelima bentuk kebohongan ini disebut dengan pañcanṛta.
Di zaman sekarang ini pengecualian keberbohong itu tetap ada, hanya orang-orang yang dibohongi itu berlainan yaitu :

  1. Berbohong kepada anak-anak, contohnya tidak boleh  makan sambil tidur nanti bisa jadi ular atau makan tidak boleh dengan bersuara nanti bisa jadi babi. Secara ilmiah hal ini tidak akan terjadi dimana manusia berubah menjadi hewan hanya karena makan bersuara atau sambil tiduran. Namun hal ini sering dilakukan oleh orang yang lebih tua agar anak kecil memiliki etika dan sopan satun.
  2. Berbohong saat berdagang, untuk mendapatkan keuntungan diperbolehkan untuk berbohong, sebagai salah satu contoh yaitu seorang pedagan akan menjual barang dagangannya dihitung dari harga pokok ditambah transport dan biaya-biaya lainnya. Karena jika ia menjual barang dagangannya hanya dengan harga pokok maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa dan cenderung akan merugi serta tidak dapat menghidupi keluarganya. Oleh karena itu berbohong diperbolehkan.
  3. Berbohong kepada musuh, untuk melindungi jiwa kita dan bahkan orang banyak hal ini harus kita lakukan, seperti halnya yang dilakukan oleh Yudhistira kepada guru Drona diperang besar Kuru Setra untuk menyelamatkan banyak orang maka hal ini diperbolehkan.
  4. Berbohong kepada pasangan, berbohong kepada pasangan ini diperbolehkan untuk menjaga keharmonisan di dalam rumah tangga. Sebagai salah satu contoh yaitu ketika pasangan kita memasakan makanan untuk kita apapun rasanya walaupun itu tidak enak kita tetap harus memujinya. Meskipun ini bentuk kebohongan namun hal ini diperbolehkan untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan juga sebagai bentuk penghargaan atas segala usaha yang telah dilakukan oleh pasangan kita.
  5. Berbohong kepada orang sakit, berbohong kepada orang sakit ini diperbolehkan untuk kepentingan dirinya dan juga demi kesembuhannya. Sebagai salah satu contoh ketika orang sakit yang menyebabkan dirinya harus disuntik maka kita sering mengatakan suntik itu tidak sakit cuma seperti digigit semut. Hal ini seringkali dilakukan agar orang yang sakit mau untuk disuntik atau berbohong kalau rasa obat itu manis agar ia mau meminumnya. Semua bentuk kebohongan ini diperbolehkan.

Nah itulah tadi lima kebohongan yang diperbolehkan untuk dilakukan dan tidak dianggap dosa yang ada didalam agama Hindu.

Sumber :
Darmayasa Made. 2014. Cānakiya Nītīśāstra. Paramita. Surabaya. 

Tjok Rai Sudharta. 2003. Slokāntara. Paramita. Denpasar.

Wednesday, June 12, 2019

PENGUNAAN TASBIH (MALA) DALAM JAPA

Seperti juga manfaat lingkungan sekeliling yang penting diperhatikan dalam ber-japa, demikian pula berbagai bentuk manik-manik tasbih atau mala (genitri), yang digambarkan sebagai berikut.

Perhitungan japa melalui jari-jari tangan dengan ujung jempol, adalah 8 kali manfaatnya; sedangkan perhitungan dengan memakai biji-biji dari pohon suci yang disebut Putrajiva,  memberikan manfaat 10 kali. Manik-manik yang terbuat dari kulit kerang memberikan manfaat 100 kali; sedangkan penghitungan dengan manik-manik dari batu mulia memberikan manfaat 1.000 kali dan pengitungan memakai permata memberikan manfaat 10.000 kali, demikian pula manik-manik dari mutiara memberikan manfaat sebanyak 100.000 kali. Dan tasbih yang manik-maniknya terbuat dari biji bunga teratai memberikan manfaat 10 kali dari pada yang terdahulu, sama seperti pemakaian tasbih dengan manik-manik yang terbuat dari emas, yang memberikan manfaat sebanyak 1 juta kali. Lebih dari semuanya itu, simpul dari rumput Kusa, manik-manik dari pohon Tulasi, serta pohon Rudaksa suci memberikan hasil yang tak terbatas.

Para pemuja Visnu mempergunakan tasbih dengan manik-manik dari pohon Tulasih, sedangkan bagi pemuja Ganesa, pemakaian tasbih dengan manik-manik yang terbuat dari gading gajah sangatlah bermanfaat. Para pemuja Devi Kali dan Siva mempergunakan manik-manik yang terbuat dari kayu cendana dan Rudaksa.
Dalam Kalika Purana, dinyatakan bahwa untuk memenuhi keinginan tertentu disarankan untuk menggunakan tasbih dengan manik-manik tertentu, guna mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Tasbih yang terbuat dari simpul-simpul rumput rumput Kusa dianggap menghancurkan segala dosa. Tasbih dari pohon Putrajiva, memberikan putra dan tasbih dari Kristal memenuhi segala keinginan. Tasbih dari batu karang memberikan kekayaan. Selain itu secara jelas dinyatakan bahwa pada satu untaian tasbih tidak diperkenakan terdiri dari berbagai jenis manik-manik.

Dalam Sanatkumara Samhita, dinyatakan juga tentang tali serta warna tali perangkai manik-manik tasbih. Tali (benang) dari bahan kapas memenuhi emapat macam kegunaan, yaitu Dharma (Hukum Tuhan), Arta (kemakmuran), Kama (keinginan dan kenikmatan), dan Moksa (pembebasan). Benang putih memberikan kedamaian benang merah untuk menarik perhatian; benang kuning untuk keperluan diri sendiri; dan benang hitam guna kekayaan duniawi maupun spiritual. Kadang-kadang warna benang dipilih sesuai dengan kedudukan sosial dalam masyarakat, seperti warna putih untuk brahmana (pendeta), warna kuning untuk para prajurit dan warna hitam untuk pengusaha; sedangkan warna merah diperuntukan bagi semua warna atau golongan masyarakat.

Bentuk tasbih atau mala hendaknya tampak seperti ekor sapi atau seperti lilitan ular dan harus disucikan dengan kombinasi sakral lima macam cairan seperti susu, madu, ghee cair (sari susu), gula dan air yang disebut pancagawya. Guru yang mensucikan mala tersebut mengucapkan mantra suci yang disebut Sadyojata Mantra, yang memberikan kelahiran baru ke dalam kehidupan spiritual. Oleh karena itu ia memberikan pembebasan kepada si pengucap mantra. Lalu mala tersebut dipuja dengan pemanggilan enerji penciptaan untuk memasukkannya. Dengan demikian tasbih atau mala tersebut hendaknya dipuja dan dipergunakan dalam pengulangan mantra suci. Dalam suatu keadaan apabila tasbih itu jatuh atau pecah, menandakan sesuatu hal yang kurang baik dan untuk menyucikannya seseorang harus mengucapkan kata Hriṁ serta mengucapkan nama suci Tuhan sebanyak 108 kali.

Duduklah dalam sikap padmasana secara santai; pegang mālā pada tangan kanan, diangkat dengan tiga jari, yaitu jari tengah, jari manis dan kelingking. Hitunglah jumlah manik-manik dengan mendorongnya satu persatu dengan jempol dan jari tangan dan sesuai dengan aturan yang berlaku, jari telunjuk jangan dipergunakan dalam berjapa, karena telunjuk ego pribadi yang dipisahkan. Apabila telah mengakhiri hitungan 108 kali, jangan melangkahi Meru (manik-manik yang membatasi untaian japa mala/tasbih) sebaiknya memutar kembali atau membalik tasbih untuk melengkapi sadhanamu. Perhitungan mantra dan manik-manik hendaknya berjalan bersama-sama, hingga kamu mengatasi kesadaran badan; ketika nafas dan pemikiran dari pikiran itu sendiri bertindak sebagai manik-manik. Semoga Tuhan memberkahimu sehingga kamu dapat mencapai puncak pengalaman dalam kehidupan ini melalui sadhana spiritual.

Baca: Maha Rsi Markandeya Satu-Satunya Manusia Yang Selamat Dari Kiamat/ Maha Pralaya!

Sumber : Maswinara I Wayan. 2009. Gayatri Sadhana Maha Mantra Menurut Weda. Paramita Surabaya.

Saturday, June 8, 2019

Maha Rsi Markandeya Satu-Satunya Manusia Yang Selamat Dari Kiamat/ Maha Pralaya.

Dalam kitab suci Wana Parwa dijelaskan tentang perputaran yuga-yuga dan juga peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman sampai dengan Maha Pralaya terjadi dan mengenai akan hal itu disabdakan langsung oleh Maha Rsi Markandeya kepada Prabu Yudhistira di Dwapara Yuga. Rsi Markandeya adalah putra dari Rsi Markandu keturunan dari dinasti Bhargawa (Bhrigu).

Kisah ini diawali dari pertanyaan Yudhistira kepada Rsi Markandeya mengenai terjadinya kiamat (Pralaya), melihat akan ketulusan hati Prabu Yudhistira akhirnya Rsi Markandeya berkenan memaparkan apa yang pernah dialami beliau kepada Yudhistira, terutama menjelang terjadinya kiamat, beliau mengambarkan keadaan alam semesta berserta isinya menjelang akan kiamat.


  1. Menjelang akhir zaman manusia banyak yang tidak jujur, tidak patuh lagi menjalankan upacara, dana-punia dan tapa-brata
  2. Mereka yang menjalankan kebajikan (kebaikan) dengan patuh jatuh miskin, dan pendek umur, sebaliknya mereka yang penuh dosa berumur panjang sampai 40 tahun dan mendapat kemakmuran
  3. Brahmana melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh sudra dan tidak lagi mempelajari Veda
  4. Umur manusia pendek, tuna kemampuan dan tidak mempunyai tenaga. Bentuk perawatannya kecil-kecil dengan tinggi 84 cm dan jarang sekali berkata benar (jujur)
  5. Wanita pada umur 8 tahun sudah menjadi ibu, sedangkan lelaki pada umur 12 tahun sudah menjadi ayah
  6. Orang-orang yang berumur 16 tahun sudah tua renta dan sakit-sakitan sehingga cepat mati
  7. Orang tidak lagi menjalankan Catur Asrama
  8. Orang-orang tidak suci lagi baik pikiran, perkataan, maupun perbuatannya
  9. Dunia tidak menemui kebajikan lagi dalam bentuk apapun
  10. Brahmana yang berpura-pura mengenakan jubah seperti Sanyasin, ternyata ingin mengumpulkan kekayaan melalui perdagangan
  11. Pasraman-pasraman penuh berisi manusia berdosa
  12. Para saudagar dan pedagang penuh dosa karena menjual barang menggunakan timbangan yang palsu dan ukuran yang tidak benar
  13. Kebajikan kehilangan daya kekuatan, sebaliknya dosa menjadi sangat kuat
  14. Kejahatan meraja rela dimana-mana
  15. Orang-orang mencari penyelesaian atas dasar kekerasan (membunuh)
  16. Orang-orang yang sedikit beruntung menjadi sombong, akuh, egois dan pelit
  17. Wanita mempunyai perangai yang tidak baik, bahkan menipu suaminya yang baik
  18. Orang-orang berbuat cabul di tempat-tempat hiburan umum
  19. Orang meninggal banyak tidak terkuburkan
  20. Terjadi bencana alam (gempa, gelombang laut, banjir, kemarau berkepanjangan dll)
  21. Terjadi musim kemarau panjang, sehingga manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan kurang makan, sehingga banyak mati
  22. Dewa Indra tidak lagi menjatuhkan hujan menurut musimnya sehingga tanaman tidak tumbuh sebagaimana mestinya
  23. Tujuh buah matahari yang tampak di cakrawala, mengisap semua air di bumi dan laut, sehingga bumi menjadi kekering, yang menyebabkan tanaman, hutan menjadi kering lalu terbakar hangus
  24. Bumi menjadi membara karena panas tujuh buah matahari
  25. Api Samwartaka yang besarnya seribu yojana itu berkobar terus lebih dasyat lagi, lalu menghanguskan alam semesta dengan segala isinya
  26. Di angkasa menjulang tinggi awan yang tebal dan mengerikan dalam aneka warna dan segera cair menjadi air hujan yang sangat lebat dan segera menggenangi seluruh permukaan alam semesta
  27. Air laut meluap-luap sampai menutupi seluruh bumi, gunung-gunung runtuh akibat genangan air
  28. Manakala bumi tenggelam ke dalam air, maka semua makhluk baik di alam fana maupun di alam baka binasa.


Sumber: Kompasiana.com

Rsi Markandeya menceritakan apa yang pernah dialaminya sewaktu terjadinya kiamat kepada Prabu Yudhistira. Setelah bumi tenggelam, Aku mengembara dengan hati duka di atas air bah yang sangat mengerikan itu dan tidak satupun makhluk hidup yang Ku jumpai. Aku tidak pernah beristirahat, Aku amat lelah dan tidak pernah menemui tempat untuk beristirahat tidak ada daratan yang terlihat semuanya dipenuhi oleh air. Aku terombang ambing sangat lama sampai dengan dipermukaan air yang sangat luas itu Aku melihat pohon beringin yang maha besar. Dan tiba-tiba aku menjumpai seorang anak muda yang roman mukanya putih bersih, duduk di atas balai-balai yang tersangkut pada dahan pohon beringin itu. Akupun sangat terheran-heran, Aku bertanya pada diriku sendiri. Bagaimana mungkin orang ini seorang diri duduk di sini, sedangkan alam semesta itu sendiri sudah hancur binasa?

Wahai Yudhistira, walaupun Aku mengetahui masa yang lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang, namun Akupun tidak mengerti akan kejadian itu. Namun melalui Samadhi, Aku akhirnya dapat mengetahui, ternyata beliau itu berasal dari daerah Hyang Laksmi sendiri

Akhirnya, insan yang suci itu berkata dengan lemah lembut kepadaku, begini : Aku mengetahui bahwa engkau sangat letih dan ingin beristirahat. Wahai Maha Muni (sebutan Rsi Markandeya), masuklah ke dalam diriku dan beristirahatlah disana
Setelah orang itu membuka mulutnya, entah karena tekdir, Akupun masuk ke dalam perut insan suci itu. Di sana aku melihat alam semesta. Aku menyasikan bumi dengan segala isinya. Aku menyasikan matahari, binatang dan bulan. Aku menyasikan samudra dengan segala isinya. Aku menyasikan sugai-sugai, gunung-gunung, hutan dan bermacam-macam tumbuhan dan binatang. Aku menyasikan Brahmana-Brahmana menyelenggarakan bermacam-macam upacara keagamaan. Aku menyasikan orang-orang yang tekun melakukan kebaikan untuk semua orang. Aku menyasikan orang-orang berdagang dan bercocok tanam, serta memberikan pelayanan satu dengan yang lain.
Ternyata alam baru ini, adalah alam Krta Yuga yang letaknya di alam lain. Maha Rsi Markandeya merupakan manusia abadi yang memperoleh anugrah dari hasil tapa brata yoga Samadhi yang dilakukannya sehingga iya diberi kesempatan untuk dapat mengetahui peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman sampai dengan akhir dari maha pralaya dan kembali ke zaman keemasan (Krta-yuga).


Sumber :
Maharta Nengah & Wayan Seruni. Pengembangan Dan Pendalaman Agama Hindu. 2014. CV Seruni. Bandar Lampung.

https://www.kompasiana.com/triwidodo/5501075fa333113072512b5d/renungan-bhagavatam-resi-markandeya-dan-rahasia-maya

Thursday, June 6, 2019

AKHIR ZAMAN DAN HANCURNYA PERADABAN MANUSYA.

Ketika kita berbicara tentang akhir zaman maka sesuatu yang menakutkan akan muncul di benak kita dan hal ini berkaitan dengan pralaya/ kiamat atau hancurnya dunia berserta dengan segala isinya. Di dalam agama Hindu mengenal dengan adanya empat zaman yang disebut dengan Catur Yuga yaitu; Satya/krta (zaman keemasan), Treta (zaman perak), Dwapara (zaman perungu) dan Kali (zaman besi). Saat ini kita sudah berada di zaman Kali-Yuga yang artinya akhir dari keempat zaman dan setelah zaman Kali ini berakhir maka kita akan kembali lagi ke zaman keemasan Satya-Yuga.

Śukadeva Gosvāmi (putra Ṛṣi Vyāsa) memberikan ilustrasi keadaan yang akan terjadi di zaman Kali-Yuga kepada Mahārāja Parīkṣit (cucu Arjuna) dan beberapa Ṛṣi yang hadir di ruang persidangan. Percakapan ini terjadi pada awal Kali-Yuga. Zaman Kali-Yuga dimulai pada saat Śrī Kṛṣna meninggalkan permainan Rohani-Nya di dunia yaitu pada tanggal 17/18 Februari 3102 SM. Jadi, saat ini kita sudah memasuki usia zaman Kali-Yuga ke 5.121 tahun dari total usia zaman Kali-Yuga yaitu 432.000 tahun lamanya.  Saat zaman Kali berakhir maka Dewa Visnu akan turun dalam līlā-Nya sebagai avatāra Kalki dan memusnakan semua kejahatan (adharma) serta mengembalikan Dharma (kebaikan) dan setelah itu berakhir maka akan kembali ke zaman Satya-Yuga.

Ṛṣi Śukadeva Gosvāmi mengambarkan keadaan zaman Kali-Yuga dan hancurnya peradaban manusya yang juga diuraika dalam kitab suci Śrīmad-Bhāgavatam yaitu; dimana agama, kebenaran, kebersihan, toleransi, belas kasihan, lamanya kehidupan, kekuatan fisik dan ingatan-semua akan berkurang hari demi hari karena pengaruh kuatnya zaman Kali. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.1).

Di Kali-yuga, kekayaan akan dianggap sebagai pertanda kelahiran yang baik, perilaku yang baik dan kualitas yang baik. Hukum dan keadilan akan diterapkan hanya berdasarkan kekuatan seseorang.  (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.2).

Pria dan wanita akan hidup bersama hanya karena daya tarik dari luar dan kesuksesan dalam bisnis akan tergantung pada tipu daya muslihat. wanita dan pria akan dinilai berdasarkan keahlian seseorang itu di dalam seks, dan seseorang akan dikenal sebagai brahmana hanya karena ia memakai tali suci. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.3).

Posisi spiritual seseorang dilihat hanya berdasarkan simbol-simbol diluar dan atas dasar yang sama orang akan berganti keyakinan ke agama satu ke agama yang lainnya. Kecakapan seseorang akan dipertanyakan secara serius jika ia tidak mendapatkan penghasilan yang layak. Dan orang yang sangat pintar dalam permainan kata-kata akan dipandang sebagai sarjana terpelajar. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.4).

Seseorang akan dinilai tidak suci jika dia tidak punya uang dan kemunafikan akan diterima sebagai kebajikan. Pernikahan akan diatur hanya dengan persetujuan lisan, dan seseorang akan berfikir dia pantas untuk tampil di depan umum jika dia sudah mandi. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.5).

Tempat suci akan dianggap tidak lebih dari tempat penampungan air yang terletak di kejauhan dan keindahan akan dianggap tergantung pada gaya rambut seseorang. Mengisi perut akan menjadi tujuan hidup dan orang yang berani berkata-kata akan diterima sebagai orang yang benar. Dia yang dapat memelihara keluarga akan dianggap sebagai orang yang ahli, dan prinsip-prinsip agama hanya akan dipatuhi demi reputasi belaka. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.6).

Warga akan menderita karena cuaca dingin, angin, panas, hujan dan salju. Mereka akan tersiksa lebih lanjut oleh pertengkaran, kelaparan, kehausan, penyakit dan kecemasan parah. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.10).

Durasi maksimum kehidupan manusya di Kali-yuga akan menjadi lima puluh tahun. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.11).

Pada saat zaman kali berakhir, tubuh semua makhluk akan sangat mengecil ukurannya dan prinsip-prinsip agama pengikut Varnaasrama akan hancur. Jalan Veda akan sepenuhnya dilupakan dalam masyarakat manusya, dan apa yang disebut agama sebagian besar bersifat ateistik. Raja-raja sebagian besar akan menjadi pencuri, pekerjaan manusia akan mencuri, berbohong, dan melakukan kekerasan yang tidak perlu dan semua kelas sosial akan dikurangi ke level sudra. Sapi akan menjadi seperti kambing, petapa rohani tidak akan berbeda dari seorang berumah tangga. Sebagian besar tanaman akan berukuran kecil  dan semua pohon akan tampak seperti pohon kerdil, śamī. Awan akan penuh kilat,  tumah-rumah akan tanpa kesalehan, dan semua manusia akan menjadi seperti keledai. Pada saat itu, personalitas tertinggi Tuhan Yang Maha Esa akan muncul di bumi. Bertindak dengan kekuatan kebaikan spiritual murni, Dia akan menyelamatkan agama abadi. (Śrīmad-Bhāgavatam 12.2.12-16).

Itulah tadi petanda dari akhir zaman dan juga hancurnya peradaban manusya yang diliputi oleh adharma yang berkuasa di zaman Kali-yuga. 

Sumber : @filsafat_hindu


Friday, May 31, 2019

Mending Bangun Cinta Dari Pada Jatuh Cinta


HinduJnana-Hayo siapa disini yang sedang jatuh cinta? Pasti semua orang pernah merasakan perasaan cinta dan mencintai seseorang. Kebayakan orang mengatakan cinta akan timbul bermula dari mata lalu kemudian turun kehati. Lalu apa sih itu cinta? Kenapa kita bisa mencintai orang lain?.

Banyak para ahli yang kebingung untuk mendefinisikan arti dari kata cinta itu sendiri, namun dari beberapa sumber dan juga kesepakatan dari para ahli mengatakan cinta itu memang sulit untuk didefinisikan, oleh karena cinta berhubungan dengan emosi, bukan dengan intelektual. Perasaan lebih berperan dalam cinta daripada proses intelektual.  Karena berkaitan dengan emosi, maka setiap orang dapat memberikan konsep tentang cinta sesuai dengan keadaan emosinya.   


Lalu kenapa kita bisa mencintai orang lain. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhinya, menurut sains hal ini terjadi karena Gen kita yang mempengaruhi itu semua menurut ilmu pengetahuan bahwa siapa pun yang jatuh cinta, perasaan itu tercatat dalam DNA kita; terbawa dari satu generasi ke generasi lainnya. Dan inilah cinta otak mu dan gen mu yang memiliki kesamaan. Lalu adajuga yang berpendapat bahwa rasa cinta kepada orang lain timbul karena pandangan pertama, kebiasaan bersama (Witing Trisno Jalaran Soko Kulino) dan rasanyaman. 

Baca juga: Pengunaan Mantra dalam Japa
Dari bebrapa pendapat tersebut tau kah kita bahwa ternyata Hindu juga menjelaskan kenapa kita bisa mencintai orang lain dan bagaimana cinta itu muncul?. Perasaan cinta muncul dikarenakan bersemayamnya Dewa Kama dalam diri manusia,  hal ini bermula ketika dewa Siwa yang memutuskan untuk melakukan petapaan yang panjang setalah Ia ditinggalkan oleh Dewi Sati yang telah mengorbankan dirinya di dalam Api Suci. Dengan waktu yang sangat lama dan atas dasar dari permohonan Dewa Brahma dan Dewa Wisnu maka beliau Adi Sakti ibu dari alam semesta ini mau untuk kembali menitis kedunia dan terlahir kembali sebagai Dewi Parwati putri dari raja gunung dari Himalaya yang bernama Himawan.  Dengan berjalannya waktu akhirnya Dewi Parwati tumbuh besar dan memutuskan untuk pergi mengembara dan akhirnya ia menemukan gua tempat dimana Dewa Siwa melakukan Tapa Brata Yoga Samadhi, melihat Dewa Siwa yang sedang melakukan Samadhi yang sangat berat Dewi Parwati tidak berani untuk membangunkannya sehingga beliau hanya menunggu sampai Dewa Siwa kembali sadar dan selesai dari melakukan Samadhinya. Hal ini berlansung sangat lama dan kemudian para Dewa merasa kasian dengan Dewi Parwati akhirnya Dewa Indra memerintahkan Dewa Kama untuk membantu membangunkan Dewa Siwa dengan cara melepaskan panah asmara ke Dewa Siwa agar dia sadar akan pengorbanan Dewi Parwati. Akibat dari panah asmara yang dilesatkan oleh Dewa Kama mata ketiga Dewa Siwa pun terbuka dan seketika membakar habis tubuh dewa Kama sampai menjadi abu. Singkat cerita istri Dewa Kama yaitu Dewi Ratih tidak terima akan kematian Suaminya akhirnya beliau menuntut Dewa Siwa karena pada dasarnya Dewa Kama berniat baik, dan akhirnya Dewa Siwa akan menghidupkan kembali Dewa Kama namun tanpa memiliki raga “ananga” dan Iya tidak akan tinggal di Suarga Loka melainkan di bumi bersemayam di dalam tubuh semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hal inilah yang menyebabkan manusia dan seluruh mahkluk hidup lainnya merasakan cinta dan kasih sayang satu sama lainnya.


Jadi sesuai dengan uraian di dalam Siwa Purana yang menguraikan tentang Dewa Kamajaya, maka perasaan saling mencintai, mengasihi dan menyayangi itu ada karena Dewa Kama yang berada didalam hati sanubari seluruh makhluk hidup. 

Kemudian ketika kita mencintai seseorang kenapa selalu disebut dengan Jatuh Cinta ? jika kita liat dari unsur katanya yaitu jatuh dan cinta. Jatuh sendiri sudah dipastikan kebawah dan cinta sendiri berkaitan dengan emosi, perasaan dan suatu sara yang sangat sulit untuk digambarkan. Ketika kita jatuh cinta dengan orang lain belum tentu orang lain itu juga merasakan hal yang sama rasa yang sama seperti yang kita rasakan begitu juga dengan pasangan kita. Nah hal ini juga yang menyebabkan cinta berlebihan dan ketika orang kita sayang itu pergi atau cinta kita bertepuk sebelah tanggan maka akan terasa sakit. Oleh karena itu dari pada jatuh cinta mending kita bangun cinta, kenapa begitu? Ketika kita ingin membangun sesuatu maka kita butuh bantuan kita tidak bisa melakukannya sendiri, butuh rencana, gambaran dan gol yang akan kita wujudkan. Begitu juga dengan bangun cinta, ketika kita ingin membangun cinta maka kita dan pasangan kita akan berkerjasama untuk mencapai tujuan yang sama, komitmen dan rasa saling menjaga agar rencana yang sudah ditata sedemikian rupa dapat terlaksana sesuai dengan target yang diharapkan, selain itu kita juga lebih semangat dalam menjalani hari-hari kita karena rasa cinta yang kita rasakan juga dirasakan oleh pasangan kita. 

Jadi dari pada jatuh cinta mending bangun cinta, karena jatuh itu sakit dan bangun itu semangat!!!


Saturday, May 18, 2019

Rangkaian Hari Suci Saraswati Tidak Hanya sekedar Ritual!.

RANGKAIAN DAN MAKNA HARI RAYA SARASWATI

Hari raya Saraswati jatuh pada hari sabtu umanis wuku watugunung yang diperingati sebagai hari pemujaan Bhatari Saraswati yakni sebagai Dewi Ilmu pengetahuan. Makna perayaan hari suci Saraswati adalah memohon kehadapan Dewi Saraswati sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan agar diberikan anugrah batin yang sempurna serta pengetahuan dan keterampilan yang unggul untuk menyucikan ketiga tindakan, yaitu; berbuat, berkata dan berpikir sehingga kita dapat mencapai kewibawaan dan kekuatan batin yang luar biasa (Krěta Ning Budhi Kawyajñana, Mukya Sanghyang Trikaya Mandala Pariśuddha Sarasa Ning Prabhawa Jñana Siddhi). 
Setelah memohon ilmu pengetahuan dihari suci Saraswati maka ke esokan harinya yaitu pada hari Minggu Pahing wuku Sinta diperingati sebagai hari suci Banyu Pinaruh, beliau menganugrai ilmu pengetahuan melalui air (Kehidupan). Bnayu Pinaruh ibarat seperti wisuda di sekolah ataupun di perguruan tinggi. Dengan telah diwisuda, itu berati bahwa umat Hindu telah selesai menempuh dan menyelesaikan pendidikan sehingga mendapat ijasah. Dengan berbekal pengetahuan, keterampilan, budi pekerti luhur dan ijasah itulah, umat Hindu mencari pekerjaan untuk mendapatkan nafkah guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Nafkah yang paling penting adalah pangan. Hal ini disimbolkan melalui perayaan hari suci Soma Riběk sebagai pemujaan kepada Bhatara Manik Galih (Dewa Beras/ Dewa Pangan), yang jatuh pada hari Senin Pon Wuku Sinta.
Kita sebagai manusia menyadari bahwa dalam kehidupan ini juga membutuhkan sarana yang lain, yaitu sandang dan papan. Hal ini disimbolkan melalui peringatan hari suci Sabuh Mas sebagai pemujaan kepada Bhatara Mahadewa (Dewa Kekayaan) yang jatuh pada hari Selasa Wage Sinta.
Apa yang telah berhasil diraih itu bagi umat Hindu merupakan hal yang patut disyukuri, dijaga, dilindungi, dipagari dengan baik dan sekuat-kuatnya, ibarat pagar besi, dengan memohon kekuatan perlindungan kepada Sanghyang Paramesti Guru. Hal ini disimbolkan melalui perayaan hari suci Pagěrwěsi.
Demikianlah kiranya makna dari perayaan hari suci Saraswati yang mencakup hari suci Banyu Pinaruh, Soma Riběk, Sabuh Mas, dan Pagěrwěsi. Yang tidak hanya sekedar ritual saja namun terkandung makna yang sangat besar didalamnya yang harus kita kaji dan pelajari lebih dalam lagi.
Sumber;

Suarka, I Nyoman. 2014. Sundarigama. Denpasar Timur. ESBE Buku.

Manusia Pertama Dalam Veda

MANUSIA PERTAMA DALAM VEDA Veda membantah teori klasik Darwin dimana teori itu menyebutkan manusia berasal dari kera. Nenek moyang manusia...