Dalam kitab suci Wana Parwa dijelaskan tentang perputaran yuga-yuga dan juga peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman sampai dengan Maha Pralaya terjadi dan mengenai akan hal itu disabdakan langsung oleh Maha Rsi Markandeya kepada Prabu Yudhistira di Dwapara Yuga. Rsi Markandeya adalah putra dari Rsi Markandu keturunan dari dinasti Bhargawa (Bhrigu).
Kisah ini diawali dari pertanyaan Yudhistira kepada Rsi Markandeya mengenai terjadinya kiamat (Pralaya), melihat akan ketulusan hati Prabu Yudhistira akhirnya Rsi Markandeya berkenan memaparkan apa yang pernah dialami beliau kepada Yudhistira, terutama menjelang terjadinya kiamat, beliau mengambarkan keadaan alam semesta berserta isinya menjelang akan kiamat.
- Menjelang akhir zaman manusia banyak yang tidak jujur, tidak patuh lagi menjalankan upacara, dana-punia dan tapa-brata
- Mereka yang menjalankan kebajikan (kebaikan) dengan patuh jatuh miskin, dan pendek umur, sebaliknya mereka yang penuh dosa berumur panjang sampai 40 tahun dan mendapat kemakmuran
- Brahmana melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh sudra dan tidak lagi mempelajari Veda
- Umur manusia pendek, tuna kemampuan dan tidak mempunyai tenaga. Bentuk perawatannya kecil-kecil dengan tinggi 84 cm dan jarang sekali berkata benar (jujur)
- Wanita pada umur 8 tahun sudah menjadi ibu, sedangkan lelaki pada umur 12 tahun sudah menjadi ayah
- Orang-orang yang berumur 16 tahun sudah tua renta dan sakit-sakitan sehingga cepat mati
- Orang tidak lagi menjalankan Catur Asrama
- Orang-orang tidak suci lagi baik pikiran, perkataan, maupun perbuatannya
- Dunia tidak menemui kebajikan lagi dalam bentuk apapun
- Brahmana yang berpura-pura mengenakan jubah seperti Sanyasin, ternyata ingin mengumpulkan kekayaan melalui perdagangan
- Pasraman-pasraman penuh berisi manusia berdosa
- Para saudagar dan pedagang penuh dosa karena menjual barang menggunakan timbangan yang palsu dan ukuran yang tidak benar
- Kebajikan kehilangan daya kekuatan, sebaliknya dosa menjadi sangat kuat
- Kejahatan meraja rela dimana-mana
- Orang-orang mencari penyelesaian atas dasar kekerasan (membunuh)
- Orang-orang yang sedikit beruntung menjadi sombong, akuh, egois dan pelit
- Wanita mempunyai perangai yang tidak baik, bahkan menipu suaminya yang baik
- Orang-orang berbuat cabul di tempat-tempat hiburan umum
- Orang meninggal banyak tidak terkuburkan
- Terjadi bencana alam (gempa, gelombang laut, banjir, kemarau berkepanjangan dll)
- Terjadi musim kemarau panjang, sehingga manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan kurang makan, sehingga banyak mati
- Dewa Indra tidak lagi menjatuhkan hujan menurut musimnya sehingga tanaman tidak tumbuh sebagaimana mestinya
- Tujuh buah matahari yang tampak di cakrawala, mengisap semua air di bumi dan laut, sehingga bumi menjadi kekering, yang menyebabkan tanaman, hutan menjadi kering lalu terbakar hangus
- Bumi menjadi membara karena panas tujuh buah matahari
- Api Samwartaka yang besarnya seribu yojana itu berkobar terus lebih dasyat lagi, lalu menghanguskan alam semesta dengan segala isinya
- Di angkasa menjulang tinggi awan yang tebal dan mengerikan dalam aneka warna dan segera cair menjadi air hujan yang sangat lebat dan segera menggenangi seluruh permukaan alam semesta
- Air laut meluap-luap sampai menutupi seluruh bumi, gunung-gunung runtuh akibat genangan air
- Manakala bumi tenggelam ke dalam air, maka semua makhluk baik di alam fana maupun di alam baka binasa.
Sumber: Kompasiana.com
Rsi Markandeya menceritakan apa yang pernah dialaminya sewaktu terjadinya kiamat kepada Prabu Yudhistira. Setelah bumi tenggelam, Aku mengembara dengan hati duka di atas air bah yang sangat mengerikan itu dan tidak satupun makhluk hidup yang Ku jumpai. Aku tidak pernah beristirahat, Aku amat lelah dan tidak pernah menemui tempat untuk beristirahat tidak ada daratan yang terlihat semuanya dipenuhi oleh air. Aku terombang ambing sangat lama sampai dengan dipermukaan air yang sangat luas itu Aku melihat pohon beringin yang maha besar. Dan tiba-tiba aku menjumpai seorang anak muda yang roman mukanya putih bersih, duduk di atas balai-balai yang tersangkut pada dahan pohon beringin itu. Akupun sangat terheran-heran, Aku bertanya pada diriku sendiri. Bagaimana mungkin orang ini seorang diri duduk di sini, sedangkan alam semesta itu sendiri sudah hancur binasa?Wahai Yudhistira, walaupun Aku mengetahui masa yang lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang, namun Akupun tidak mengerti akan kejadian itu. Namun melalui Samadhi, Aku akhirnya dapat mengetahui, ternyata beliau itu berasal dari daerah Hyang Laksmi sendiri
Akhirnya, insan yang suci itu berkata dengan lemah lembut kepadaku, begini : Aku mengetahui bahwa engkau sangat letih dan ingin beristirahat. Wahai Maha Muni (sebutan Rsi Markandeya), masuklah ke dalam diriku dan beristirahatlah disana
Setelah orang itu membuka mulutnya, entah karena tekdir, Akupun masuk ke dalam perut insan suci itu. Di sana aku melihat alam semesta. Aku menyasikan bumi dengan segala isinya. Aku menyasikan matahari, binatang dan bulan. Aku menyasikan samudra dengan segala isinya. Aku menyasikan sugai-sugai, gunung-gunung, hutan dan bermacam-macam tumbuhan dan binatang. Aku menyasikan Brahmana-Brahmana menyelenggarakan bermacam-macam upacara keagamaan. Aku menyasikan orang-orang yang tekun melakukan kebaikan untuk semua orang. Aku menyasikan orang-orang berdagang dan bercocok tanam, serta memberikan pelayanan satu dengan yang lain.
Ternyata alam baru ini, adalah alam Krta Yuga yang letaknya di alam lain. Maha Rsi Markandeya merupakan manusia abadi yang memperoleh anugrah dari hasil tapa brata yoga Samadhi yang dilakukannya sehingga iya diberi kesempatan untuk dapat mengetahui peristiwa yang akan terjadi di akhir zaman sampai dengan akhir dari maha pralaya dan kembali ke zaman keemasan (Krta-yuga).
Sumber :
Maharta Nengah & Wayan Seruni. Pengembangan Dan Pendalaman Agama Hindu. 2014. CV Seruni. Bandar Lampung.
https://www.kompasiana.com/triwidodo/5501075fa333113072512b5d/renungan-bhagavatam-resi-markandeya-dan-rahasia-maya
No comments:
Post a Comment