Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ Sarve santu nirāmayāḥ Sarve bhadrāṇi paśyantu MA kashchit duḥkha bhāgbhavet Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ Om
Sunday, December 16, 2018
KEPEMIMPINAN MAHA PATIH GAJAH MADA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi maupun Negara. Kualitas pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Pemimpin yang sukses mampu mengelola organisasi maupun Negara dengan baik dan mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan sebagai pengambil keputusan dalam menetapkan perencanaan, operasional, dan pengawasan. Sedangkan kepemimpinan adalah suati seni atau pengetahuan untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ariasna,2004:3).
Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan tauladan. Disetiap jaman dalam sejarah Agama Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin salah satunya yaitu Gajah Mada. Gajah Mada adalah seorang Mahapatih dari kerajaan Majapahit. Sepak terjangnya dalam sejarah Indonesia tidak bisa dipisahkan, karena menjadi inspirasi bagi para pendiri bangsa ini untuk bisa menyatukan kembali Nusantara ke dalam satu satu sumpah yakni Sumpah Palapa yang isi nya sebagai berikut: “Saya baru akan berhenti berpuasa makan kelapa, jikalau Nusantara sudah takluk dibawah kekuasaan Majapahit”). Banyak pemikirannya yang telah dituangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, contohnya saja “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, Sehingga ia pun dapat di sejajarkan dengan para ahli filsafat Yunani kuno, seperti Herodotus, Aristoteles, Socrates, Plato, Eratosthenes, Kallimakhus, Karneades, Aristippus, Arete, serta Sinesius.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Kepemimpinan Menurut Hindu?
2. Bagaimanakah Kepemimpinan Gajah Mada?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kepemimpinan Hindu di Indonesia
2. Mengetahui kepemimpinan Gajah Mada
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kepemimpinan Menurut Hindu
Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam Hindu dikenal dengan istilah Adhipatyam atau Nayakatvam. Kata “Adhipatyam” berasal dari “Adhipati” yang berarti “raja tertinggi” (Wojowasito, 1977 : 5). Sedangkan “Nayakatvam” dari kata “Nayaka” yang berarti “pemimpin, terutama, tertua, kepala” (Wojowasito, 1977 : 177).
Di samping kata Adhipati dan Nayaka yang berarti pemimpin terdapat juga beberapa istilah atau sebutan untuk seorang pemimpin, yaitu: Raja, Maharaja, Prabhu, Ksatriya, Svamin, Isvara dan Natha. Di samping istilah-istilah tersebut di Indonesia kita kenal istilah Ratu atau Datu, Sang Wibhuh, Murdhaning Jagat dan sebagainya yang mempunyai arti yang sama dengan kata pemimpin namun secara terminlogis terdapat beberapa perbedaan (Titib, 1995 : 3).
Asal-usul seorang pemimpin sebenarnya telah ditegaskan dalam kitab suci Veda (Yajurveda XX.9) sebagaimana telah disebutkan di muka, yang secara jelas menyatakan bahwa seorang pemimpin berasal dari warga negara atau rakyat. Tentunya yang dimaksudkan oleh kitab suci ini adalah benar-benar memiliki kualifikasi atau kemampuan seseorang. Hal ini adalah sejalan dengan bakat dan kemampuan atau profesi seseorang yang dalam bahasa Sanskerta disebut denganVarna. kata Varna dari urat kata “Vr” yang artinya pilihan bakat dari seseorang (Titib, 1995 : 10).
Bila bakat kepemimpinannya yang menonjol dan mampu memimpin sebuah organisasi dengan baik disebut Ksatriya, karena kata ksatriya artinya yang memberi perlindungan. Demikian pula yang memiliki kecerdasan yang tinggi, senang terjun di bidang spiritual, ia adalah seorang Brahmana. Demikian pula profesi-profesi masyarakat seperti pedagang, bussinessman, petani, nelayan dan sebagainya.
Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap jaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin. Sebut saja Erlangga, Sanjaya, Ratu Sima, Sri Aji Jayabhaya, Jayakatwang, Kertanegara, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan masih banyak lagi lainnya. Di era sekarang banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan sebagai panutan atau pimpinan seperti : Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Ramakrsna, Sri Satya Sai dan sebagainya.
Selain itu contoh kepemimpinan Hindu yang ideal dapat ditemukan dalam cerita Itihasa dan Purana. Banyak tokoh dalam cerita tersebut yang diidealkan menjadi pemimpin Hindu. Misalnya: Dasaratha, Sri Rama, Wibhisana, Arjuna Sasrabahu, Pandudewanata, Yudisthira dan lain-lain.
Umumnya dalam cerita Itihasa dan Purana antara pemimpin (Raja) tidak bisa dipisahkan dengan Pandita sebagai Purohito (penasehat Raja). Brahmana ksatriya sadulur artinya penguasa dan pendeta sejalan. “Raja tanpa Pandita lemah, Pandita tanpa Raja akan musnah”. Misalnya : Bhatara Guru dalam memimpin Kahyangan Jonggring Salaka dibantu oleh Maharsi Narada sebagai penasehat-Nya, Maharaja Dasaratha ketika memimpin Ayodya dibantu oleh Maharsi Wasistha, Maharaja Pandu dalam memimpin Astina dibantu oleh Krpacharya dan sebagainya.
2.2. Kepemimpinan Gajah Mada
Dalam khasanah sejarah kepemimpinan di Nusantara, Mahapatih Gajah Mada adalah sosok fenomenal dan melegenda. Namanya tercatat dalam tinta emas karena prestasi yang dilakukannya. Dengan demikian, tidak salah jika kita mengambil pelajaran berharga soal kepemimpinan dari tokoh yang satu ini. Banyak ajaran Gajah Mada ini yang masih relefan untuk diterapkan hingga saat ini. Itulah sebabnya kepemimpinannya mampu menjadi legenda di zamannya.
Keprabuan Majapahit mengalami zaman keemasan selama pemerintahan Tribhuana Tunggadewi Jayawisnu Wardhani yang diteruskan oleh putranya Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanegara. Dalam masa itu, yaitu kurun waktu antara tahun 1328M s/d 1389M Keprabuan Majapahit mengalami zaman keemasan, menguasai seluruh Nusantara, kecuali dua kerajaan kecil di Jawa Barat, yaitu Sunda Galuh dan Sunda Pakuan.
Dengan kekuasaan yang begitu luas cakupan pengaruhnya itu tentu bisa dibayangkan kharisma tokoh dibalik itu semua. Bahkan ada yang menyatakan bahwa daerah kekuasaannya adalah mulai dari Madagaskar sampai Papua, ke Utara sampai Filipina. Semua itu tentunya akibat dijalankannya ajaran-ajaran luhur, termasuk ajaran kepemimpinan. Hal ini tidak terlepas dari peran Mahapatih Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapanya.
Dengan tekadnya yang kukuh, Gajah Mada memimpin bangsanya untuk menyatukan Nusantara, dengan harapan agar persatuan dan kesatuan tersebut dapat melindungi bersama dari ancaman bangsa di utara yang waktu itu dikenal dengan nama bangsa Tartar. Majapahit membangun kekuatan armada lautannya sedemikian kuat terdiri atas ratusan kapal perang dibawah pimpinan laksamana Nala, dan juga pasukan darat yang handal, dengan inti kekuatan pasukan khusus Bhayangkara. Oleh karena itu wajar apabila Gajah Mada memiliki ajaran-ajaran khusus kepemimpinan yang dipedomani dan diajarkan selama masa kekuasaannya. Dan ajaran-ajaran kepemimpinan itu benar-benar dipatuhi oleh setiap pejabat dan rakyat yang berada dalam barisan birokrasi saat Gajah Mada berkuasa.
Menurut Gajah Mada, pada dasarnya hanya ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai pemimpin atau orang yang dipimpin. Sebagai pemimpin, maka ia harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memimpin (kapabilitas), serta dapat diterima oleh yang dipimpin ataupun atasannya (aksetabel). Kemampuan dalam arti mampu memimpin, mampu mengorbakan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu, tenaga, materi serta dapat diterima atau dapat dipercaya oleh anggota masyarakat dan pejabat yang diatasnya. Sedangkan sebagai anggota yang baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai pemimpin, dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama disebut Satya Bela Bakti Prabu.
Hubungan kerjasama yang saling membutuhkan ibarat singa dengan hutan, yang perlu diterapkan oleh pemimpin dan masyarakatnya. Sehingga dapat sukses dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Tidak ada pemimpin yang sukses tanpa didukung masyarakatnya, demikian pula sebaliknya.
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam buku “Misteri Gajah Mada” karya: Purwadi, 2009, maka menurut Mahapatih Gajah Mada ada 18 ilmu kepemimpinan yang harus diterapkan, diantaranya:
1) Wijaya
Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan, karena hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan.
2) Mantriwira
Seorang pemimpin harus berani membela dan menengakkan kebenaran dan keadilan, tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun
3) Natangguan
Seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut, sebagai tanggungjawab dan kehormatan.
4) Satya Bakti Prabu
Seorang pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tiggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa.
5) Wagmiwa
Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan, serta mampu menggugah semangat masyarakatnya.
6) Wicaksaneng Naya
Seorang pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat.
7) Sarjawa Upasama
Seorang pemimpin harus rendah hari, tidak boleh sombong, congkak mentang-mentang menjadi pemimpin dan tidak sok berkuasa.
8) Dirosah
Seorang pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, pemimpin harus memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan umum.
9) Tan Satresna
Seorang pemimpin tidak boleh memihak dan pilih kasih terhadap salah satu golongan atau memihak saudaranya, tetapi harus mampu mengatasai segala paham golongan. Sehingga dengan demikian akan mampu mempersatukan seluruh potensi masyarakatnya untuk menyukseskan cita-cita bersama.
10) Masihi Samasta Buwana
Seorang pemimpin harus mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia dari Tuhan dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
11) Sih Samasta Buwana
Seorang pemimpin harus dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin harus mencintai rakyatnya.
12) Negara Gineng Pratijna
Seorang pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan pribadi ataupun golongan, maupun keluarganya.
13) Dibyacita
Seorang pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya (akomodatif dan inspiratif).
14) Sumantri
Seorang pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
15) Nayaken Musuh
Seorang pemimpin harus dapat menguasai musuh-musuhnya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri (nafsunya/sadripu).
16) Ambek Parama Art
Seorang pemimpin harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi kesejahteraan dan kepentingan umum.
17) Waspada Purwa Arta
Seorang pemimpin harus selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (instropkesi) untuk melakukan perbaikan.
18) Prasaja
Seorang pemimpin harus berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba gemerlap.
Selain itu, Gajah Mada juga mengamalkan ajaran dari Prabu Arjuna Sasrabahu dalam pewayangan, yang merumuskan ilmu kepemimpinan yang dikenal dengan Panca Titi Darmaning Prabu atau lima kewajiban sang pemimpin. Yaitu:
1. Handayani Hanyakra Purana
Seorang pemimpin senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan kesempatan bagi para generasi mudanya atau anggotanya untuk melangkah ke depan tanpa ragu-ragu.
2. Madya Hanyakrabawa
Seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya senantiasa berkonsolidasi memberikan bimbingan dan mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang mengutamakan kepentingan rakyat.
3. Ngarsa Hanyakrabawa
Seorang pemimpin sebagai seorang yang terdepan dan terpandang senantiasa memberikan panutan-panutan yang baik sehingga dapat dijadikan suri tauladan bagi masyarakatnya.
4. Nir bala Wikara
Seorang pemimpin tidaklah selalu menggunakan kekuatan atau kekuasaan di dalam mengalahkan musuh-musuh atau saingan politiknya. Namun berusaha menggunakan pendekatan pikiran dan lobi, sehingga dapat menyadarkan dan disegani pesaing-pesaingnya.
5. Ngarsa Dana Upaya
Seorang pemimpin sebagai seorang kesatria harus senantiasa berada didepan dalam mengorbankan tenaga, waktu, materi, pikiran, bahkan jiwanya untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakatnya.
Demikianlah ketinggian budhi dan kebesaran laku Gajah Mada yang menjadikan ia seorang yang besar waktu itu. Sehingga kepergian Gajah Mada yang meninggal dunia tahun 1364 berakibat besar bagi kehidupan/kemashuran kerajaan Majapahit, karena semenjak itu kekuasaan mulai menurun. Bahkan untuk memangku jabatan yang dahulu oleh Gajah Mada seorang pun tak ada yang sanggup menggantikannya sehingga untuk memangku jabatan ini telah diangkat 7 (tujuh) orang patih untuk memangku jabatan tersebut.
Gajah Mada terkenal dengan Sumpah Palapa, yaitu kekerasan hatinya yang ingin membangun persatuan dan kesatuan bangsa yang terkenal dengan sesantinya “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrva” Artinya; “Berbeda-Beda Tapi Satu Jua, Tahan/Berani Karena Benar Serta Satunya Cipta, Rasa, Karsa, Kata Dan Karya Berdasarkan Kebenaran Dari Yang Tunggal”. Suara sumpah Palapa ini nyaring terdengar dan sumpah Nusantara itu jelas makudnya serta yakin hendak mempersatukan segala daerah tumpah darah kita dibawah lindungan negara. Sumpah dan Janji terus terang ini hanyalah dapat dilakukan dengan hati yang teguh. dan keberanian yang tebal. Pada waktu itu masih banyak golongan yang belum percaya akan kekuatan Gajah Mada, bahkan oleh para ksatria negara dinilainya sebagai kesombongan yang mungkin membahayakan Negara. Juga Gajah Mada pada waktu itu banyak mempunyai musuh dalam kalangan politik. paham baru masihpada tarap awal dan paham lama masih mendapatkan tempat yang kuat. Jadi tak heran bahwa setelah sumpah Nusantara itu diucapkan, maka dalam rapat di Paseban itu terdengar makian dan ejekan yang tak merdu bunyinya. Ra Kembar dan Banyak dengan terus terang mengatakan tak mau percaya kepada kemenangan Gajah Mada dan terus memaki-mmaki dengan perkataan yang kasar-kasar. Jabung, Terewes dan Lembu Peteng tertawa-tawa mengejeknya, yang menganggapnya sombong dan tinggi hati melambung itu. Melihat keadaan ini maka Gajah Mada segera bertindak karena percaya atas keyakinannya.
Benar Gajah Mada Nusantara bersatu! Oleh karena itu tidak heranlah kita bila kita yang hidup diabad ke 21 ini, harus meneruskan pandangan politik Gajah Mada dengan ciri menterjemahkan kalimat bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang lancar dengan mcngindahkan istiadat persatuan agar anak cucu dapat mencontoh semangat pengabdiannya terhadap Nusa dan Bangsa.
Bila disimpulkan sifat dan watak kepemimpinan Gajah Mada adalah sebagai berikut :
a) Bijaksana.
b) Berani karena beuar dan rela berkorban.
c) Komunikatip dan pandai berpidato.
d) Dipercaya rakyat dan seluruh pengikutnya.
e) Setia dengan hati yang iklas kepada negara dan bangsa.
f) Dapat mempengaruhi anggota/masyarakatnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
g) Rajin bekerja dan mempunyai keteguhan jiwa.
h) Sikapnya tegas, keputusan-keputusanny selalu tepat.
i) Berbudi luhur
j) Sopan santun.
k) Cita-citanya tinggi, Tak akan makan buah palapa sebelum Nusantara bersatu
l) Kasih sayang pada sesama.
m) Iman dan taqwa karena ia melaksanakan perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangannya.
n) Rela berkorban dengan tanpa pamrih.
o) Pembela tanah air dengan mengenyahkan musuh-musuh Negara demi kemajuan Bangsanya.
2.3 Kehidupan Masyarakat Kerajaan Majapahit
a) Bidang Ekonomi
Dalam keindahan ekonomi, Majapahit lebih mengutamakan perdagangan sebagai mata pencaharian utama selain pertanian. Majapahit memiliki kota pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan antar pulau. Pelabuhan tersebut, antara lain Pelabuhan Canggu, Pelabuhan Surabaya, Pelabuhan Gresik, Pelabuhan Sedayu, Pelabuhan Tuban, dan Pelabuhan Pasuruan. secara geografi letak Majapahit sangat strategis karena adanya lembah yang luas, yaitu di tepian Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas tersebut dapat dilayari sampai ke daerah hulu. Kedua sungai tersebut selain berfungsi untuk pengairan lahan pertanian, juga berfungsi sebagai sarana transportasi penting yang menunjang perekonomian masyarakatnya. Barang perdagangan dari Kerajaan Majapaht antara lain berupa beras, lada, garam, gading, cengkih, pala, kayu, cendana, ikan, emas dan intan. Bidang pertanian juga mendapat perhatian dari pemerintah majapahit. Tanggul-tanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah terjadinya banjir.
b) Bidang Sosial
Pada saat Majapahit mencapai puncak kejayaan, kehidupan rakyatnya sangat adil dan makmur. Perhatian pemerintah terhadap rakyat sangat tinggi. Hal itu terlihat dari perhatian kerajaan terhadap kelancaran perdagangan, pelayaran, pertanian, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Perhatian raja terhadap rakyatnya juga terlihat dari perjalanan Raja Hayam Wuruk mengunjungi daerah-daerah kekuasaannya. Untuk mengatur ketertiban masyarakat dalam penggunaan tanah, dibuatkan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perpajakan. Masyarakat Majapahit juga sangat patuh terhadap rajanya karena raja dianggap sebagai penjelmaan dewa.
Kehidupan keagamaan masyarakat juga diperhatikan oleh negara. Rakyat diberi kebebasan untuk menganut suatu agama atau kepercayaan. Agama yang berkembang ada saat itu adalah agama Hindu Syiwa dan agama Buddha.
c) Bidang Budaya
Kehidupan rakyat Majapahit yang makmur menyebabkan kebudayaannya pun maju pesat. Berbagai hasil kebudayaan baik yang berupa candi, arca, maupun kesusastraan yang sampai pada memiliki mutu yang tinggi. Kehidupan masyarakat Majapahit telah maju. Kota Majapahit telah dikelilingi dengan tembok yang terbuat dari batu bata. Maasyarakat Majapahit telah mengenal seni wayang, seni sastra, seni gamelan, seni patung, seni bangunan, serta mengenal pengetahuan bertani, berdagang, berlayar dan pertukangan.
2.4 Sepeninggalnya Gajah Mada
Pada tahun 1364 Gajah Mada meninggal. Raja Hayam Wuruk bingung dan sangat berduka cita, seluruh Kerajaan Majapahit berkabung. Raja Hayam Wuruk lalu mengundang Pohon Narendra, yaitu semacam dewan penasihat untuk merundingkan calon pengganti kedudukan Gajah Mada. Akan tetapi, usaha itu tidak berhasil. Tidak seorang pun yang sanggup menggantikan kedudukan dan peranan Gajah Mada sehingga untuk sementara waktu pemerintahan Hayam Wuruk tanpa patih maengkubhumi.
Untuk mengisi kekosongan jabatan pahit hamengkubhumi diangkatlah pejabat baru Pu Tanding sebagai wredamantri. Pu Nala menjadi mantri amancanagara, dan Patih Dani sebagai menteri muda. Baru beberapa saat kemudian Gajah Enggon diangkat sebagai patih hamangkubhumi. Namun, kesemuanya tidak mampu menggantikan peranan Gajah Mada. Pada tahun 1389 M Hayam Wuruk Wafat. Sejak saat itulah, Majapahit semakin suram yang dimulai dengan timbulnya Perang Saudara di Majapahit.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam Hindu dikenal dengan istilah Adhipatyam atau Nayakatvam. Kata “Adhipatyam” berasal dari “Adhipati” yang berarti “raja tertinggi” (Wojowasito, 1977 : 5). Sedangkan “Nayakatvam” dari kata “Nayaka” yang berarti “pemimpin, terutama, tertua, kepala” (Wojowasito, 1977 : 177).
Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap jaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin salah satunya yaitu Gajah Mada. Namanya tercatat dalam tinta emas karena prestasi yang dilakukannya. Dengan demikian, tidak salah jika kita mengambil pelajaran berharga soal kepemimpinan dari tokoh yang satu ini. Banyak ajaran Gadjah Mada ini yang masih relefan untuk diterapkan hingga saat ini. Itulah sebabnya kepemimpinannya mampu menjadi legenda di zamannya.
3.2. Saran
Memperhatikan apa yang pernah diterapkan oleh Mahapatih Gajah Mada, maka menjadi jelaslah bahwa kepemimpinan itu sangatlah penting. Namun lebih penting lagi tentang bagaimana memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin yang baik dan menjadi seorang yang dipimpin secara benar. Gajah Mada memiliki strategi dan kemampuan yang sangat baik, sebab ia pun sadar bahwa untuk suksesnya pencapaian tujuan dari suatu perkumpulan, maka sangat tergantung dari proses kerjasama dan rasa saling membutuhkan diantara anggota dan pemimpinnya.
Jadi, untuk menjadi sebuah bangsa yang besar dan berwibawa, maka baiklah kita mengambil pelajaran dari semua yang telah dijabarkan oleh nenek moyang kita itu. Dari setiap prinsipnya, tidak satupun yang bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Semuanya sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang. Bahkan patut diterapkan sebagai tolak ukur keberhasilan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Manusia Pertama Dalam Veda
MANUSIA PERTAMA DALAM VEDA Veda membantah teori klasik Darwin dimana teori itu menyebutkan manusia berasal dari kera. Nenek moyang manusia...
-
JENJANG KEHIDUPAN MANUSIA MENURUT CATUR ASRAMA DAN SUDUT PANDANG BUDAYA JAWA Om Swastyastu, Om Awighnam Astu Namo Sidham, Om Sidir Astu Tat...
-
Tiap agama di dunia ini, memiliki pustaka suci. Pustaka suci sebuah agama menjadi sumber segala sumber ajaran agama tersebut. Aspek-aspek f...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi maupun Negara. Kualit...
-
MANUSIA PERTAMA DALAM VEDA Veda membantah teori klasik Darwin dimana teori itu menyebutkan manusia berasal dari kera. Nenek moyang manusia...
No comments:
Post a Comment