Sunday, March 15, 2020

Tilěm Kesanga Sebagai Pengruwata/ Penyucian Bhuwana Agung & Bhuwana Alit




Sumber : mediaindonesia

Tilěm diyakini sebagai waktu sakral karena merupakan waktu peralihan yakni waktu berakhirnya paroh gelap dan awal dari paroh terang. Pada saat Tilěm diyakini Dewa Surya (Matahari) melakukan yoga. Menurut lontar Sundarigama, pada saat Tilěm merupakan waktu untuk melebur segala bentuk noda, kekotoran, kepapaan, penderitaan dan bencana yang menimpa diri manusia.  Dalam Kakawin Bharata-yuddha diungkapkan bahwa malam gelap atau Tilěm berkaitan dengan malam penuh duka setelah pertempuran dahsyat. Dikisahkan Pandawa meninggalkan perkemahan mereka untuk mencari penyucian dengan mengunjungi tempat-tempat suci. Sekitar pukul tiga dinihari, terjadi pertanda-pertanda tidak baik dan tidak lama kemudian datang seorang bintara datang membawa berita duka tentang anak-anak laki-laki Pandawa atau Sang Panca Kumara berserta saudara laki-laki lainnya yang ditinggal di perkemahan telah meninggal dunia. Malam gelap itu menjadi malam penuh duka dan maut.

Nah dari kedua sumber tersebut dapat di simpulkan Tilěm merupakan waktu yang sakral dan juga sekaligus waktu yang rawan. Karena itu pada saat Tilěm umat Hindu diharapkan melakukan melakukan persembahyangan di Sanggar, Pura dan tempat suci lainnya. Untuk memohon pengetahuan, penyucian dan juga perlindungan kepada Hyang Widhi Wasa.
Diantara Tilěm yang diyakini paling sakral adalah Tilěm Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan

Pasucen watěk dewawa kabeh, an ring tělěng ing samudra camananira amreta sari ning amrěta kamadalu 

Artinya Tilěm Kesanga adalah waktu bagi para Dewa menyucikan diri di tengah samudra sambil mengambil intisari air suci kehidupan abadi yang disebut amrěta kamandalu.

Pada saat Tilěm Kesanga juga diperingati oleh umat Hindu Sebagai hari raya Nyepi dan dua hari sebelum Tilěm Kesanga merupakan waktu untuk melakukan Mlasti dengan cara mengusung arca atau pratima Sanghyang Tiga Wiśesa (arca di Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem) dibawa ke tepi pantai sambil membawa sesaji untuk persembahan kepada Bhatara Baruna. Tujuan dan makna upacara Mlasti sendiri lontar sundarigama disebutkan “Angayutakěn lara ning jagat, sapapa klěsa letěh ing bwana” adalah meng-hanyutkan dan melebur segala penderitaan, kepapaan, kekotoran, noda serta segala bentuk bencana yang menimpa masyarakat. Oleh karena itu mlasti juga diartikan sebagai hari pengruwatan jagat agung dan jagat alit (manusia), seperti yang sedang ramai dibincangkan sekarang berkaitan dengan maraknya virus yang menyebabkan manusia sakit dan menyebar luas hampir diseluruh dunia mengalami akan hal ini. Maka pada saat Tilěm Kesanga inilah dirasa baik untuk kita memohon kepada Hyang Widhi Wasa untuk dapat melindungi umat manusia serta membersihkan jagat raya ini dari penderitaan, kepapaan, kekotoran, noda dan bencana yang sedang berlangsung agar dapat sirna. Dan pada saat Mlasti ini juga sebagai upaya  untuk memohon air suci kehidupan Tirta Kamandalu (amreta sari ning amrěta kamadalu) untuk kesejahtraan umat manusia dan seluruh isi alam semesta. Setelah bhuwana agung ini dibersihkan dengan upacara mlasti maka selanjutnya giliran bhuwana alit dibersihkan dengan cara tapa brata yoga samadhi, yaitu dengan melakukan catur brata penyepian (amati geni= tidak menyalahkan api, amati karya= tidak berkerja, amati lelangunan= tidak bersenang-senang dengan cara bermain HP, TV, musik dll. Amati lelungan= tidak berpergian).

Saat hari raya Nyepi juga seyogyanya diperingati sebagai intropeksi diri kita atas segala sesuatu yang telah dan sedang terjadi ini agar dapat menjadi lebih baik lagi.

Sumber :
Suarka Nyoman. 2014. Sundarigama. ESBE Buku. Denpasar Timur.
Maharta Nengah & Wayan Seruni. 2014. Pengembangan dan Pendalaman Agama Hindu. CV Seruni Bandar Lampung


No comments:

Post a Comment

Manusia Pertama Dalam Veda

MANUSIA PERTAMA DALAM VEDA Veda membantah teori klasik Darwin dimana teori itu menyebutkan manusia berasal dari kera. Nenek moyang manusia...