Tiap agama di dunia ini, memiliki pustaka suci. Pustaka suci sebuah agama menjadi sumber segala sumber ajaran agama tersebut. Aspek-aspek filsafat, aspek ritual maupun etika pelakanaan ajaran beragama, bersumber dari nilai, kaedah, norma dari pustaka sucinya. Semua agama di dunia ini memiliki kebenaran suci, kekal dan universal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh penganutnya.
Sumber ajaran agama Hindu adalah Weda, yaitu pustaka yang berisi ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi melalui para Maha Rsi. Secara ethimologi, kata Weda berasal dari kata Wid, artinya “mengetahui atau pengetahuan”. Weda adalah himpunan wahyu Hyang Widhi berupa pustaka suci dengan bahasa sansekerta atau yang disebut juga bahasa Daiwivak/bahasa Dewata, isi dalam kitab suci Weda mengatur segala aspek kehidupan manusia.
Maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda menjadi dua golongan yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pengelompokan pustaka suci Weda, berdasarkan wahyu langsung dan tafsiran yang telah berkembang dan tumbuh sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Weda Sruti adalah wahyu atau sabda Hyang Widhi, yang didengar langsung oleh para Maha Rsi. Kata Sruti sendiri memiliki arti ‘yang didengar‘ jadi Weda Sruti adalah pustaka suci yang diterima langsung atau diwahyukan langsung oleh Hyang Widhi. Sedangkan Weda Smerti berasal dari kata Smr artinya ‘ingat’. Jadi Weda Smerti adalah pustaka suci yang ditulis oleh Maha Rsi berdasarkan ingatan atas wahyu yang pernah diterimanya. Mengenai kitab suci Weda Sruti dan Smrti ini diuraikan dalam kitab suci Manawadharmasastra, II.10 menegaskan;
Srutistu wedo wijneyo dharma
Sastram tu wai smertih,
Te sarwartheswam immamasye tabhyam
Dharmo hi nirbabhau
Artinya: Sruti adalah Weda dan Smerti itu adalah Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan
dalam hal apapun juga karena keduanya adalah pustaka suci yang menjadi sumber ajaran
dharma.
Dari sloka diatas, tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak terbantahkan. Sruti dan Smerti adalah ajaran dasar yang harus dipegang teguh seluruh umat Hindu.
Lalu mengapa Weda takut dengan orang bodoh ?. Kita sering mendengar bahwa Weda takut dengan orang bodoh yang seakan-akan hendak melukai kitab suci Weda. Hal ini diuraikan dalam kitab suci Sarasamuccaya 39 yaitu :
Itihāsapurānābhyām vedam samupavrmhayet,
Bibhetyalpaṣrutādvedo māmayam pracarisyati.
Artinya: Weda itu hendaklah dipelajari dengan sempurna dengan jalan mempelajari Itihasa dan
Purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya.
“wahai tuan-tuan, janganlah tuan-tuan datang padaku”, demikian konon sabdanya, karenat takut.
Di dalam kitab Vahyu Purana, I. 201, juga mejelaskan bahwa “Hendaknya seseorang dalam mempelajari Weda melalui pelajaran Itihasa (Mahabharata dan Ramayana) juga kitab Purana, sebab Weda sangat takut jika seseorang yang bodoh membacanya dan berfikir bahwa orang bodoh itu akan memukulnya.
Dari uraian sloka diatas maka dapat disimpulkan bahwa kenapa Weda takut pada orang bodoh karena di dalam Weda mengandung ilmu pengetahuan yang sangat rahasia, kita harus mempunyai ilmu pengetahuan suci yang luas untuk memahaminya, selain itu ajaran Weda sangatlah universal dan tidak semua orang dapat memahaminya. Oleh karena itu sebelum kita mempelajari kitab suci Weda maka kita harus landasi diri kita terlebih dahulu dengan mempelajari Itihasa (Mahabharata & Ramayana) serta Purana (Maha Purana terdiri dari 18 Purana). Jika kita sudah memiliki dasar ilmu pengetahuan dari Itihasa dan Purana maka kita sudah siap untuk mempelajari kitab suci Weda. Sebab tanpa dasar ilmu pengetahuan Itihasa dan Purana maka kita akan buta dan yang dimaksud orang bodoh disini iyalah ia yang tanpa pengetahuan dasar mempelajari Weda maka ia akan menafsirkan Weda dengan semaunya sendiri dan terkadang Weda dijadikan alat untuk kepentingannya semata, seperti yang dilakukan seorang dokter dan juga tokoh misionaris dari India, ia menafsirkan Weda dengan setengah-setengah dan mengartikan Weda dengan seenaknya sendiri demi kepentingannya dan juga golongannya. Hal ini lah yang ditakutkan oleh Weda, seakan akan orang-orang seperti itu hendak memukulnya.
Sumber :
Parisada Hindu Dharma Indonesia. 2014. Swastikarana Pedoman Ajaran Hindu
Dharma. Jakarta. PT. Mabhakti
Maharta Nengah & Wayan Seruni. 2014. Pengembangan dan Pendalaman Agama Hindu. CV Seruni Bandar Lampung
Kadjeng Nyoman, dkk. 1997. Sārasamuccaya. Paramita Surabaya.
http://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id/salah-tafsir-sarasamuccaya-1_55296ce26ea83486278b4592
Sumber ajaran agama Hindu adalah Weda, yaitu pustaka yang berisi ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi melalui para Maha Rsi. Secara ethimologi, kata Weda berasal dari kata Wid, artinya “mengetahui atau pengetahuan”. Weda adalah himpunan wahyu Hyang Widhi berupa pustaka suci dengan bahasa sansekerta atau yang disebut juga bahasa Daiwivak/bahasa Dewata, isi dalam kitab suci Weda mengatur segala aspek kehidupan manusia.
Maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda menjadi dua golongan yaitu Weda Sruti dan Weda Smerti. Pengelompokan pustaka suci Weda, berdasarkan wahyu langsung dan tafsiran yang telah berkembang dan tumbuh sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Weda Sruti adalah wahyu atau sabda Hyang Widhi, yang didengar langsung oleh para Maha Rsi. Kata Sruti sendiri memiliki arti ‘yang didengar‘ jadi Weda Sruti adalah pustaka suci yang diterima langsung atau diwahyukan langsung oleh Hyang Widhi. Sedangkan Weda Smerti berasal dari kata Smr artinya ‘ingat’. Jadi Weda Smerti adalah pustaka suci yang ditulis oleh Maha Rsi berdasarkan ingatan atas wahyu yang pernah diterimanya. Mengenai kitab suci Weda Sruti dan Smrti ini diuraikan dalam kitab suci Manawadharmasastra, II.10 menegaskan;
Srutistu wedo wijneyo dharma
Sastram tu wai smertih,
Te sarwartheswam immamasye tabhyam
Dharmo hi nirbabhau
Artinya: Sruti adalah Weda dan Smerti itu adalah Dharmasastra, keduanya tidak boleh diragukan
dalam hal apapun juga karena keduanya adalah pustaka suci yang menjadi sumber ajaran
dharma.
Dari sloka diatas, tegaslah bahwa Sruti dan Smerti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak terbantahkan. Sruti dan Smerti adalah ajaran dasar yang harus dipegang teguh seluruh umat Hindu.
Lalu mengapa Weda takut dengan orang bodoh ?. Kita sering mendengar bahwa Weda takut dengan orang bodoh yang seakan-akan hendak melukai kitab suci Weda. Hal ini diuraikan dalam kitab suci Sarasamuccaya 39 yaitu :
Itihāsapurānābhyām vedam samupavrmhayet,
Bibhetyalpaṣrutādvedo māmayam pracarisyati.
Artinya: Weda itu hendaklah dipelajari dengan sempurna dengan jalan mempelajari Itihasa dan
Purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya.
“wahai tuan-tuan, janganlah tuan-tuan datang padaku”, demikian konon sabdanya, karenat takut.
Di dalam kitab Vahyu Purana, I. 201, juga mejelaskan bahwa “Hendaknya seseorang dalam mempelajari Weda melalui pelajaran Itihasa (Mahabharata dan Ramayana) juga kitab Purana, sebab Weda sangat takut jika seseorang yang bodoh membacanya dan berfikir bahwa orang bodoh itu akan memukulnya.
Dari uraian sloka diatas maka dapat disimpulkan bahwa kenapa Weda takut pada orang bodoh karena di dalam Weda mengandung ilmu pengetahuan yang sangat rahasia, kita harus mempunyai ilmu pengetahuan suci yang luas untuk memahaminya, selain itu ajaran Weda sangatlah universal dan tidak semua orang dapat memahaminya. Oleh karena itu sebelum kita mempelajari kitab suci Weda maka kita harus landasi diri kita terlebih dahulu dengan mempelajari Itihasa (Mahabharata & Ramayana) serta Purana (Maha Purana terdiri dari 18 Purana). Jika kita sudah memiliki dasar ilmu pengetahuan dari Itihasa dan Purana maka kita sudah siap untuk mempelajari kitab suci Weda. Sebab tanpa dasar ilmu pengetahuan Itihasa dan Purana maka kita akan buta dan yang dimaksud orang bodoh disini iyalah ia yang tanpa pengetahuan dasar mempelajari Weda maka ia akan menafsirkan Weda dengan semaunya sendiri dan terkadang Weda dijadikan alat untuk kepentingannya semata, seperti yang dilakukan seorang dokter dan juga tokoh misionaris dari India, ia menafsirkan Weda dengan setengah-setengah dan mengartikan Weda dengan seenaknya sendiri demi kepentingannya dan juga golongannya. Hal ini lah yang ditakutkan oleh Weda, seakan akan orang-orang seperti itu hendak memukulnya.
Sumber :
Parisada Hindu Dharma Indonesia. 2014. Swastikarana Pedoman Ajaran Hindu
Dharma. Jakarta. PT. Mabhakti
Maharta Nengah & Wayan Seruni. 2014. Pengembangan dan Pendalaman Agama Hindu. CV Seruni Bandar Lampung
Kadjeng Nyoman, dkk. 1997. Sārasamuccaya. Paramita Surabaya.
http://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id/salah-tafsir-sarasamuccaya-1_55296ce26ea83486278b4592
No comments:
Post a Comment