Om, Sarve bhavantu sukhinaḥ Sarve santu nirāmayāḥ Sarve bhadrāṇi paśyantu MA kashchit duḥkha bhāgbhavet Oṁ Shāntiḥ, Shāntiḥ, Shāntiḥ Om
Saturday, February 16, 2019
PENGUNAAN MANTRA DALAM JAPA
PEMAKAIAN MANTRA DALAM JAPA
Alam semesta muncul dari suara yang tak termusnahkan, serta dikendalikan oleh suara. Pikiran kosmis ditenangkan oleh suara, tetapi hal ini merupakan rumusan pemikiran yang terbatas dan memiliki penekanan, yang disebut sebagai mantra. Pengulangan mantra śuci selama beberapa kali disebut Japa.
Dalam Bhagavad-Gita, Śri Krisna bersabda, “Diantara yajna Aku adalah japa yajna”. Yajna di sini artinya adalah kurban dan segenap alam semesta serta kebenaran ditegakkan dalam yajna. Vidhi yajna merupakan kurban ritualistik, dravya yajna adalah pemberian sedekah, jnana yajna adalah pemberian kebijaksanaan dan tapa yajna adalah berbagi pengetahuan atau kesederhanaan untuk mewujudkan kebenaran. Walaupun terdapat demikian banyak macam yajna, mengapa Śri Krisna menekankan pada masalah japa yajna? Alasannya, sesuai dengan Lingga Purana adalah bahwa semua yajna lainnya, beberapa jenis ketidak adilan terlibat. Hanya japa yajna sendirilah yang murni dan sederhana, khususnya apabila pengulangan mantra tersebut adalah mental. Yang kedua, tujuan dari semua yajna adalah perwujudan Tuhan, tetapi kebanyakan yajna dilaksanakan guna pencapaian kebahagiaan duniawi atau surgawi, yaitu pemenuhan dari keinginan. Tetapi tujuan pelaksanaan japa adalah tanpa keinginan dan pencapaian penerangan, yaitu dicapai secara berhasil dalam pengulangan secara mental pada mantra tersebut.
Menurut Agni Purana, definisi japa adalah sebagai berikut : suku kata “Ja” menghancurkan siklus kelahiran dan kematian sedangkan suku kata “Pa” menghancurkan segala dosa. Jadi yang menghancurkan segala dosa dan yang menghentikan siklus kelahiran dan kematian serta membebaskan sang roh dari ikatan adalah japa.
Teknik berjapa ada dua bentuk, yaitu Vacika atau secara oral dan manasika atau secara mental. Dalam vacika japa, ada dua macam cara, yaitu Upamsu atau pengucapan mantra dengan menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara, sedangkan cara lainnya adalah oral, yaitu gerakan bibir yang disertai dengan suara. Dalam Vacika japa atau japa secara oral, mantra diucapkan dengan sangat jelas sehingga dapat didengar oleh orang lain, sedangkan apabila hanya mengucapkan japa itu sendiri saja yang mendengar tanpa orang lain yang berdekatan dan hanya gerak bibir saja yang tampak, maka japa tersebut disebut sebagai Upamsu.
Dalam japa mantra atau manacika japa adalah meditasi pada jiwa dari mantra serta arti dari kata-kata suci tersebut, tanpa mengerakan lidah atau bibir, sedangkan bermeditasi pada irama pernafasan disebut Ajapajapa. Di anatara bermacam-macam cara pengucapan mantra tersebut pengulangan mantra secara mental dianggap sebagai yang tertinggi. Bhagavan Manu menyatakan : (1) “Vacika japa 10 kali lebih bermanfaat dari pada pelaksanaan upacara kurban. (2) Upamsu japa 100 kali lebih baik, sedangkan (3) manasika japa 1000 kali lebih bermanfaat”.
Bagi para pemula, melaksanakan japa mental mungkin agak sukar sehingga hal-hal berikut perlu diperhatikan. Guna penghancur tamo guna, atau kelembamam, seseorang harus mengulang mantra secara keras, yaitu dengan Vacika Japa. Untuk memurnikan rajo guna, atau nafsu, seseorang dapat mengusahakan pelaksanaan Upamsu Japa. Yang pikirannya tenang atau penuh dengan Sattvam guna sajalah yang layak atau mampu untuk melaksanakan mental japa atau Manasika Japa. Sudah barang tentu seseorang yang telah mencapai kesempurnaan dapat mempergunakan salah satu cara diatas untuk mengajar umat manusia, tetapi bagi para pemula disiplin ini perlu diajarkan.
Dalam Lingga Purana, Dewa Siwa bersabda kepada parvati: “Devi, pada semua yajna lainnya, beberapa bentuk ketidak adilan dilakukan, apakah itu melalui pikiran, perkataan, maupun perbuatan, tetapi dalam Japa Yajna tak ada ketidak adilan semacam itu. Itulah sebabnya mengapa Japa Yajna merupakan yang terbesar dari semuanya”. Para makhluk setengah dewa, goblin, setan dan hantu tak dapat mendekati seseorang yang mengulang-ngulang manta suci. Japa menghancurkan timbunan kegiatan (karma) dan ia memberikan segala kebahagiaan serta membawa seseorang dari ikatan menuju ke pembebasan.
Menurut Tantrasara, mental japa dapat dilakukan pada sembarang tempat dan sembarang waktu. Lingga Purana memberikan suatu manfaat besar terhadap keadaan sekeliling tertentu dari pada keadaan tempat lainnya. Dikarenakan bahwa :
Apabila kamu melaksanakan japa dalam rumahmu, manfaatnya hanya sebanyak hitungan dari japa itu sendiri, sedangkan apabila dilakukan dalam sebuah kandang sapi, manfaatnya seratus kali lebih banyak. Apabila japa yang sama dilakukan pada tepian sebuah sungai yang suci, manfaatnya 100.000 kali lebih besar dari pada kedua pelaksanaan di atas. Apabila japa yang sama dilakukan di muka suatu gambaran Tuhan, manfaatnya menjadi tak terhitung. Pada tepian sebuah samudra, pada pegunungan, kuil, tempat peziarahan, manfaat dari japa tak terbilang. Japa yang dilakukan di depan gambar Tuhan atau merenungkan bintang kutub dan dewa matahari sangatlah bermanfaat. Japa yang dilakukan di depan sebuah nyala api dan sapi sangatlah berpahala, demikian pula mantra suci dan japa yang dilakukan di depan guru, pengajar spiritual.
Dalam Tantrasara dikatakan bahwa, Japa yang dilakukan dalam taman tumbuhan tulasi, ataupun pohon bilva yang dikasihi Siva atau diantara pepohonan ara suci di pegunungan, pada tepian sungai dalam kandang sapi, di sekeliling kuil, di pusat-pusat tempat peziarahan, atau pada kehadiran guru spiritual mengendalikan pikiran menjadi sangat mudah dan pengulangan mantra secara pasti akan memberikan kesempurnaan dan pencapaian kenikmatan spiritual.
Sumber-
I Wayan Maswinara. 2009. Gayatri Sadhana Maha Mantra Menurut Weda. Surabaya. Paramita 168 hlm
No comments:
Post a Comment