Sunday, December 16, 2018

JENJANG KEHIDUPAN MANUSIA MENURUT CATUR ASRAMA DAN SUDUT PANDANG BUDAYA JAWA

JENJANG KEHIDUPAN MANUSIA MENURUT CATUR ASRAMA DAN SUDUT PANDANG BUDAYA JAWA Om Swastyastu, Om Awighnam Astu Namo Sidham, Om Sidir Astu Tat Astu Ya Namah Svaha. Pertama-tama ijinkanlah saya mengaturkan puja-puji syukur karena atas Asung Kerta Wara Nugraha beliaulah kita dapat berkumpul disini dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani, karena seperti yang kita tahu sehat itu sangatlah mahal umat sedharma. Ada yang memiliki jasmani yang sehat namun rohaninya tidak sehat begitu juga dengan sebaliknya oleh karena itu kita harus selalu bersyukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa karena sampai saat ini juga kita masih diberikan kesehatan jasmani maupun rohani. Umat sedharma yang berbahagia, Pada kesempatan yang baik ini ijinkanlah saya membawakan sebuah pesan dharma yang berjudul “Jenjang Kehidupan Manusia Menurut Catur Asrama Dan Sudut Pandang Budaya Jawa”. Tujuan kenapa saya mengangkat topik ini yaitu karena masih banyak umat kita yang tidak memahami tentang adanya sebuah persamaan atau keterkaitan mengenai sebuah jenjang kehidupan menurut ajaran Catur Asrama maupun dalam sudut pandang budaya dan budaya yang akan kita bahas pada hari ini adalah budaya jawa itu sendiri. Umat sedharma yang berbahagia seperti yang kita ketahui di dalam ajaran agama Hindu sendiri mengenal akan sebuah jenjang atau tingkatan kehidupan yang disebut dengan Catur Asrama. Catur Asrama sendiri terdiri dari dua suku kata yaitu Catur dan Asrama, catur artinya “empat” dan Asrama artinya “tahapan atau jenjang”. Jadi Catur Asrama artinya empat jenjang kehidupan yang harus dijalani untuk mencapai sebuah kebahagiaan yang sejati atau yang disebut dengan Moksa. Umat sedharma yang berbahagia Catur asrama dapat pula diartikan sebagai empat lapangan atau tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan hidup dimana pada tiap-tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya ciri-ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Dan adapun bagian-bagian dari catur asrama sendiri diuraikan dalam kitab Agastya Parwa. Dalam kitab Silakrama menyatakan yaitu : “Catur Asrama Ngaranya Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, Bhiksuka, Nahan Tang Catur Asrama Ngaranya” (silakrama hal 8). Artinya : Yang bernama catur asrama ialah Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, dan Biksuka. Umat sedharma yang berbahagia Dari kutipan sloka tadi sangatlah jelas bahwa bagian-bagian dari catur asrama sendiri yaitu Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha, dan Biksuka. Seperti yang telah saya sebutkan tadi, pada tingkatan pertama dalam sebuah ajaran catur asrama yaitu ada : 1. Brahmacari kata bramacari sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yakni brahma dan acarya. brahma yang artinya ilmu pengetahuan suci dan acarya yaitu berguru atau tingkah laku menuntut ilmu. jadi kata brahmacari yaitu sebuah tahapan kehidupan dalam berguru atau menuntut ilmu. Dalam kekawin Nitisastra , V.1 berbunyi yaitu : “Takitakining Sewaka Guna Widya, Smarawisaya Ruang Puluhing Ayusya, Tengahi Tuuh Sanwacana Gegenta, Patilaringatmeng Tanu Paguroaken. Artinya : Bersiap sediahlah selalu mengapdi pada ilmu pengetahuan yang berguna. Hal ini yang menyangkut asmara barulah di perbolehkan setelah umur dua puluh tahun. Setelah berusia setenga umur menjadi penasehatlah pegangannya. Setelah itu hanya memikirkan lepasnya atma yang menjadi perhatian. Umat sedharma yang berbahagia dari kutipan sloka tadi sudah sangatlah jelas bahwa pada saat masa brahmacari kita harus mengapdikan diri pada ilmu pengetahuan itu sendiri. 2. Grhasta Asrama Grahasta adalah masa untuk mencari pendamping hidup karena dianggap sudah matang umur, merupakan jenjang yang kedua yaitu kehidupan pada waktu membina rumah tangga (dari mulai kawin). Kata grahasta sendiri berasal dari dua suku kata yaitu; Grha artinya rumah, stha artinya berdiri. Jadi grahasta artinya berdiri membentuk rumah tangga. Dalam berumah tangga ini harus mampu seiring dan sejalan untuk membina hubungan atas dasar saling cinta mencintai dan ketulusan. Dalam kekawin Nitisastra sendiri V.1 tadi sudah saya sebutkan dimana Hal yang menyangkut asmara barulah di perbolehkan setelah umur dua puluh tahun. Dan ada pun syarat-syarat dalam perkawinan yaitu :  sehat jasmani dan rohani  hidup sudah mapan  saling cinta mencintai  mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua. 3. Wanaprasta Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa. Jadi wanaprasta artinya hidup menghasingkan diri ke dalam hutan. Pada Tahapan yang ketiga ini merupakan suatu persiapan bagi tahap akhir yaitu sanyasin. setelah melepaskan segala kewajiban seorang kepala rumah tangga, ia harus meninggalkanya menuju hutan atau sebuah tempat terpencil di luar kota untuk memulai meditasi dalam kesunyian pada masalah spiritual yang lebih tinggi. Umat sedharma yang berbahagia Adapun orang yang dikatakan telah memasuki tahapan/ jenjang Wanaprastha yaitu; usia yang sudah lanjut, mempunyai banyak pengalaman hidup, mampu mengatasi gelombang pahit getirnya kehidupan, serta mempunyai kebijaksanan yang dilandasi oleh ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Dan Menurut kitab Nitisastra masa wanaprasta kurang lebih sekitar umur 50 – 60 tahun. 4. Biksuka (sanyasin) umat sedharma yang berbahagia, Tahap yang terkhir adalah biksuka/ sanyasin. Pada tahapan ini ia sepenuhnya tak tertarik pada kenikmatan duniawi. Ia bebas dari rasa suka dan tidak suka, keinginan, keakuan,nafsu ,kemarahan, kesombongan dan ketamakan. Ia memiliki visi yang sama dan pikiran yang seimbang dan ia mencintai semuanya. Ia mengembara dengan bahagia dan menyebarkan brahma jnana atau pengetahuan sang diri. Ia sama ketika dihormati maupun dicaci, dipuja dan dikecam, berhasil maupun gagal. Sannyasin adalah seoang laki- laki idaman. Ia telah mecapai kesempurnaan dan kebebasan. Ia adalah Brahman sendiri. Ia seoarang jiwanmukta atau seorang bijak yang bebas. Mulialah tokoh pujaan seperti itu yang merupakan Tuhan yang hidup di dunia. Umat sedharma yang berbahagia Itulah sebuah jenjang kehidupan yang harus dijalani oleh umat manusia sebagai salah satu upaya untuk kita mencapai kebahagiaan yang sejati. Namun Selain jenjang kehidupan yang telah diatur sebagai mana seperti yang terdapat di dalam ajaran Catur Asrama ternyata leluhur-leluhur kita juga telah mengetahui jenjang atau tingkatan hidup itu sendiri. Sebelum saya membahas tentang pitutur leluhur mengenai jenjang kehidupan maka ijinkanlah saya untuk bertanya kepada umat sedharma terlebih dahulu? Apakah disini umat sedharma tahu nama-nama bilangan dalam bahasa jawa serta kelipatannya? Umat sedharma yang berbahagia Dalam bahasa jawa ternyata ada bilangan-bilangan yang istimewa dan berbeda dengan yang lainnya dimana bilangaan-bilangan ini juga memiliki keterkaitan dengan empat jenjang kehidupan yang sudah saya jelaskan diawal tadi. Misalnya angka dua puluh satu sampai dengan dua puluh sembilan disana ada satuan LIKUR. LIKUR sendiri memiliki arti yaitu “LINGGUH KURSI” (duduk dikursi). Pada saat inilah manusia mendapatkan tempat duduknya, pekerjaannya, profresinya yang akan ditekuni dalam kehidupannya selain itu lingguh kursi juga dapat diartikan sebagai masa untuk menuntut ilmu dimana duduk disini disimbolkan dengan seorang murit yang sedang menerima pengetahuan dari gurunya. Pada saat ini jugalah disebut dengan masa brahmacari. Kemudian ada bilangan 25 yang disebut dengan “SELAWE” yang memiliki arti yaitu “SENEN-SENENGE LANANG LAN WEDOK” sebuah puncak asmara antara laki-laki dan perempuan yang ditandai dengan masa pernikahan/Grehasta. Selanjutnya ada bilangan lima puluh yang disebut dengan “SEKET” yang memiliki arti yaitu “SENENG KETHONAN/ SUKA MEMAKAI KETHU/ TUTUP KEPALA” sebagai tanda usia semakin lanjut. Tutup kepala sendiri berfungsi untuk menutupi kebotakan atau rambut yg sudah mulai memutih. Disisih lain kopiyah/ tutup kepala melambangkan orang yang seharusnya sudah lebih taat beribadah. Pada usia 50 tahun seseorang seharusnya lebih memperbanyak ibadahnya dan lebih berbagi pengalaman yang pernah ia dapatkan. Dalam tahapan Catur Warna sendiri pada saat ini adalah tahapan ke 3 yaitu Wanaprasta. Dan masih ada satu bilangan istimewa lagi yaitu 60 yang disebut dengan “SEWIDAK” yang memiliki arti yaitu “SEJATINE WIS WAYAHE TINDAK” (sesungguhnya sudah saatnya pergi). Harus sudah siap dipanggil menghadap Tuhan dan sudah tidak terikat lagi dengan hal-hal keduniawian dalam catur asrama sendiri disebut juga dengan biksuka/ sanyasin. Nah itulah jenjang kehidupan menurut sudut pandang budaya Jawa yang memiliki kesamaan dengan ajaran Catur Asrama. Umat sedharma yang berbahagia, Itulah tadi tahapan atau jenjang kehidupan yang harus kita jalanni dalam kehidupan ini. dimana pada tiap-tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya tugas dan kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya yang tentunya tidak lepas dari ajaran dharma itu sendiri. Umat sedharma yang berbahagia Demikianlah pesan dharma yang dapat saya sampaikan, saya mohon maaf apabila ada kata-kata saya yang kurang berkenan ataupun menyinggung hati umat sedharma sekalian. Karena tidak ada gading yang tidak retak, tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Brahman, dan kekurangan milik saya. Kepada Brahman saya mohon ampun dan saya akhiri dengan asung Paramasantih. Om Santih, Santih, Santih Om.

Pindah Agama Dalam Agama Hindu

Pandangan Hindu Mengenai Pindahan Agama Om Swastyastu Om Awignam Astu Nama Sidham Dewan juri yang saya hormati dan Hadirin yang berbahagia Puja pangastungkara patut kita haturkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa yang mana atas Astungkerta waranugrahanyalah kita masih diberikan kesempatan untuk berkumpul disini dalam dalam keadaan sehat tanpa kekurangan sedikit apapun dan semoga karunia Brahman senyertai kita semua. Umat sedharma yang berbahagia pada kesempatan yang baik ini ijinkanlah saya untuk menyampaikan sebuah pesan Dharma. Namun sebelum saya menyampaikan pesan Dharma ijinkanlah saya untuk memperkenalkan diri saya terlebih dahulu, nama saya Budi Asmoro saya perwakilan dari Bandar Lampung. Umat sedharma yang saya banggakan pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pesan Dharma yang berjudul Pandangan Hindu Mengenai Perpindahan Agama. Alasan saya memilih judul atau topik ini yaitu karena dilapangan kita temui banyak sekali umat kita yang tiba-tiba berganti keyakinan atau pindah ke agama lain dengan sangat mudah sekali tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya setelah iya meninggalkan agama yang adi luhur ini. Umat sedharma yang berbahagia, Mendengar kata pindah agama maka banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang kemudian muncul mulai dari penyebab perpindahan agama sampai dengan bagaimana cara untuk mengatasinya. Nah berkaitan dengan hal ini saya ingin bertanya kepada umat sedharma terlebih dahulu. Menurut umat sedharma apa sih penyebab umat kita dengan gampang berpindah keyakinan ? Benar sekali umat sedharma. Menurut data yang saya peroleh dan kenyatan yang terjadi di lapangan ada beberapa penyebab umat kita pindah agama yaitu : 1. Terlanjur jatuh cinta Sebagian besar umat kita akhirnya pindah agama karena alasan jatuh cinta pada orang yang kebetulan beragama non-Hindu. Untuk bisa berumahtangga dengan orang tercinta mereka rela pindah agama, sebab memang UU di Negara kita tidak melegalkan pernikahan beda agama ditambah lagi umat kita pada umumnya menganut prinsip “Anak Perempuan Memang Sudah Seharusnya Ikut Suami” termaksuk agamanya. Prinsip ini lah yang salah diartikan oleh orang-orang tua kita walaupun berpegangan dengan prinsip tadi namun kita juga harus melihat bibit, bobot, dan bebet dari calon pasangan anaknya begitu juga dengan agamanya. Setelah melihat bibit, bobot dan bebet serta agamanya yang sama dan masuk semua kriteria maka orang tua baru diperbolehkan memberikan restu. Karena jika tetep pada prinsip diawal tadi yaitu anak perempuan memang sudah seharusnya ikut suami tanpa melihat latar belakang agamanya maka selama 1-10 tahun kedepan kita tidak akan melihat lagi senyum manis generasi mudah Hindu. Umat sedharma yang berbahagia Kenapa saya berkata demikian karena seperti yang kita tahu orang-orang tua Non-Hindu mereka tidak menganut prinsip yang demikian. Bagi mereka, baik anak perempuan maupun laki-laki wajib berumahtangga dengan sesamanya. Dan ketika tidak sama, maka wajib bagi si anak untuk mengajak calon pasangannya pindah agama. Jika tidak, maka restu pun tidak akan diberikan dan rencana berumahtangga terpaksa urung dilakukan. Itu sebabnya mengapa nasip pria Hindu pun tidak jauh berbeda dengan perempuannya ketika berumah tangga beda agama, kebanyakan akhirnya terpaksa ikut agama sang istri dengan alasan demi cinta. Meskipun bapak ibunya mungkin “Nangis Darah” karena tidak setuju. 2. Capek miskin Terlanjur jatuh cinta dan berumahtangga bukan satu-satunya alasan yang membuat orang Hindu pindah agama. ada juga yang pindah agama karena sudah capek menjadi orang miskin, mereka ingin mengubah nasib dengan cara mudah untuk keluar dari lubang kemiskinan. Hanya karena harta atau bahkan jabatan mereka rela meningalkan agamanya. Lalu apakah hal seperti ini ada? Tentu ada!. Untuk orang yang memiliki tingkat sradha atau kepercayaan dan pengetahuan yang sedikit tentang agamanya maka mereka akan dengan mudah mengantikan agamanya atau bahkan mempertaruhkan leluhurnya hanya dengan jabatan atau harta semata. Karena seperti yang kita tahu ada beberapa agama yang memang dengan sengaja memberikan santunan dan harta benda kepada orang-orang yang memang mau masuk kedalam agamanya. Umat dharma yang saya banggakan Membahas akan hal ini saya menjadi teringat dengan teman saya. Dulu teman saya memiliki seorang pacar yang beragama non Hindu dan kebetulan orang tua dari pasangannya ini adalah seorang tokok agama disana. Karena orang tua dari pacarnya ini sudah sangat suka dengan teman saya pada suatu hari orang tua pacarnya ini berbicara kepada teman saya. Dia berkata “nak apa kamu serius dengan anak saya? Kalau kamu serius kamu harus ikut dengan anak saya”. Mendengar akan hal itu teman saya kemudian memberikan penjelasan mengenai ajaran Hindu dan peranan seorang laki-laki dalam keluarganya. Dan akhirnya orang tua pacarnya ini pun mau menerima penjelasannya. Namun pada lain waktu orang tua si gadis tiba-tiba menanyakan lagi keseriusan teman saya pada anaknya dan iya menawarkan tanah rumah berserta mobil kalau kamu mau ikut dengan saya. Namun dengan tegas teman saya ini mengatakan “Lebih Baik Saya Mati Pak Dari Pada Saya Harus Meninggalkan Agama Saya”. Jawaban dari teman saya ini kemudian membuat orang tua pacar teman saya kemudia putus asa dan kehabisan cara untuk membuat agar teman saya mau ikut dengannya. Umat sedharma yang berbahagia, Mendengar pernyataan dari teman saya tadi yang sangat tegas iya mengatakan kalau lebih baik mati dari pada harus meninggalkan agamanya saya jadi teringat akan sloka di dalam kitab suci Bhagavadgita III. 35 Sreyan sva dharmo vigunah para-dharmāt vanusthitāt Sva-dharme nidhanam śreyah para-dharmo bhayāvahah Artinya: Lebih baik mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tiada sempurna dari pada dharmanya orang lain yang dilakukan dengan baik, lebih baik mati dalam tugas sendiri dari pada dalam tugas orang lain yang sangat berbahayah. Umat sedharma yang saya banggakan, Jika kita memiliki kepercayaan dan keyakinan yang kuat akan agama hindu dan ajaran yang adi luhur ini maka kita tidak akan mudah tergiur dengan iming-iming harta benda atau bahkan jabatan sekalipun. Seperti kutipan sloka tadi lebih kita mengerjakan kewajiban sendiri walaupun tidaklah sempurna dan lebih baik mati dalam tugas sendiri dari pada mati dalam tugas orang lain yang sangat berbahayah. 3. Prinsip Semua Agama Sama Sebelum saya menyampaikan tentang alasan ke-3 umat hindu untuk pindah agama saya ingin bertanya kepada umat sedharma terlebih dahulu. Apakah umat sedharma setuju kalau ada yang mengatakan semua agama sama?. Lalu kalau sama samanya dimana? Padahal kan sudah jelas-jelas kitab sucinya beda, ajarannya beda, dan cara berbaktinya pun berbeda lalu samanya dimana?. Jika kita mengambil salah satu contoh ajaran agama Hindu tujuan tertinggi dari umat Hindu yaitu Moksartham jagadhita ya ca iti dharma. Atau bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa itulah yang menjadi tujuan tertinggi dari agama Hindu sedangkan menurut keyakinan lain tidak demikian tujuan tertinggi mereka ada yang mengetakan Surga dan ada yang mengatakan tujuan tertingginya yaitu berada disisi-Nya. Hal ini sudah jelas-jelas berbeda dan jika ada umat kita yang pindah agama lalu mengatakan semua agama sama sebagai alasannya maka sudah dapat dipastikan iya tidak benar-benar memahami ajaran agaman Hindu. Umat sedharma yang berbahagia, Itulah tadi beberapa penyebab umat kita untuk pindah agama, lalu yang menjadi pertanyaan disini seperti apa sih pandangan Hindu mengenai perpindahan agama dan hukuman apa yang akan diterima jika kita pindah agama. Hukuman atau akibat bagi yang meninggalkan Hindu sesuai Sastra Weda antara lain : 1. Setelah ajal tiba Atmannya tidak akan pernah mencapai alam kebahagiaan dan kesempurnaan seperti yang di uraikan didalam kitab suci Bhagavadgita XVI. 23 yang artinya “Ia Yang Meninggalkan Ajaran-Ajaran Kitab Suci Veda Ada Dibawah Pengaruh Kama (Nafsu) Tidak Akan Mencapai Kesempurnaan, Kebahagiaan Dan Tujuan Tertinggi (Moksa)”. Sloka ini memberikan tuntunan agar kita jagan meninggalkan kitab suci Veda hanya karena menuruti nafsu (kama) maka tidak akan selamat 2. Setelah ajal tiba Atmannya akan tenggelam ke lembah Neraka Dalam Manawa Dharma Sastra VI. 35 yang artinya “Kalau Ia Telah Membayar 3 Macam Hutangnya (Kepada Brahman, Leluhur Dan Orang Tua) Hendaknya Ia Menunjukan Pikiran Untuk Mencapai Kebebasan Terakhir. Ia Yang Mengejar Kebebasan Terakhir Ini Tanpa Menyelesaikan Tiga Macam Hutangnya Akan Tenggelam Ke Bawah (Lembah Neraka)”. Umat sedharma yang berbahagia, Itulah tadi beberapa akibat yang akan kita terima jika kita pindah agama. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama meningkatkan cara beragama kita untuk memperkecil seseorang pindah agama, banyak hal yang harus dibenahi oleh umat Hindu salah satunya yaitu tidak berhenti hanya kepada pelaksanaan Panca Yadnya (manusia, rsi, dewa, butha dan pitra) harus ditingkatkan lagi ke pelaksanaan menjalankan pengetahuan agama melalui Panca Maha Yadnya adalah sebagai berikut : 1. Jnana yadnya : belajar dan memberikan pengetahuan rohani kepada orang lain. Jika umat Hindu menjadi lebih arif dan bijaksana, maka pengetahuan umat harus ditingkatkan, Veda mengatakan jagan sesekali mengharap hal itu pada seseorang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan suci. dalam sastra Hindu terdapat petikan kata mutiara yaitu:  Ilmu tanpa dharma berbahaya, harta tanpa dharma miskin, kedudukan tanpa dharma gelisah, manusia tanpa dharma hampa. 2. Yoga yadnya: yaitu dengan jalan melaksanakan Yoga, didalam Yoga terdapat pula anjuran-anjuran yang harus dilakukan dengan penuh disiplin sehingga umat dapat mengendalikan dirinya dari dampak pengeruh era moderen saat ini. Maka hal sederhana yang dapat kita lakukan:  Pertama, peka terhadap permasalahan umat, kedua hati nurani kita sesuai dengan ajaran suci Hindu ketiga, menyeleksi pergaulan. 3. Harta yadnya: yaitu dengan jalan ber-dana punia, di dalam sastra suci mengajurkan agar menyisihkan 5% dari penghasilan kita untuk di dana puniakan. 4. Kriya yadnya: yaitu melaksanakan pelayanan kepada umat dengan tulus ikhlas, seperti ngayah di pura, saling tolong-menolong dalam memajukan kehidupan dan dalam segala lining kehidupan. 5. Angga yadnya: yaitu dengan jalan pengorbanan dari anggota tubuh seperti donor darah yang termasuk yadnya tingkat tertinggi. Umat sedharma yang berbahagia Demikianlah pesan dharma yang dapat saya sampaikan, saya mohon maaf apabila ada kata-kata saya yang kurang berkenan ataupun menyinggung hati umat sedharma sekalian. Karena tidak ada gading yang tidak retak, tidak ada manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Brahman, dan kekurangan milik saya. Kepada Brahman saya mohon ampun dan saya akhiri dengan asung Paramasantih. Om Santih, Santih, Santih Om.

KEPEMIMPINAN MAHA PATIH GAJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemimpin merupakan faktor penentu dalam sukses atau gagalnya suatu organisasi maupun Negara. Kualitas pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Pemimpin yang sukses mampu mengelola organisasi maupun Negara dengan baik dan mampu mengantisipasi perubahan yang tiba-tiba. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan sebagai pengambil keputusan dalam menetapkan perencanaan, operasional, dan pengawasan. Sedangkan kepemimpinan adalah suati seni atau pengetahuan untuk menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Ariasna,2004:3). Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan tauladan. Disetiap jaman dalam sejarah Agama Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin salah satunya yaitu Gajah Mada. Gajah Mada adalah seorang Mahapatih dari kerajaan Majapahit. Sepak terjangnya dalam sejarah Indonesia tidak bisa dipisahkan, karena menjadi inspirasi bagi para pendiri bangsa ini untuk bisa menyatukan kembali Nusantara ke dalam satu satu sumpah yakni Sumpah Palapa yang isi nya sebagai berikut: “Saya baru akan berhenti berpuasa makan kelapa, jikalau Nusantara sudah takluk dibawah kekuasaan Majapahit”). Banyak pemikirannya yang telah dituangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, contohnya saja “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua, Sehingga ia pun dapat di sejajarkan dengan para ahli filsafat Yunani kuno, seperti Herodotus, Aristoteles, Socrates, Plato, Eratosthenes, Kallimakhus, Karneades, Aristippus, Arete, serta Sinesius. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah Kepemimpinan Menurut Hindu? 2. Bagaimanakah Kepemimpinan Gajah Mada? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Mengetahui kepemimpinan Hindu di Indonesia 2. Mengetahui kepemimpinan Gajah Mada BAB II PEMBAHASAN 2.1. Kepemimpinan Menurut Hindu Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam Hindu dikenal dengan istilah Adhipatyam atau Nayakatvam. Kata “Adhipatyam” berasal dari “Adhipati” yang berarti “raja tertinggi” (Wojowasito, 1977 : 5). Sedangkan “Nayakatvam” dari kata “Nayaka” yang berarti “pemimpin, terutama, tertua, kepala” (Wojowasito, 1977 : 177). Di samping kata Adhipati dan Nayaka yang berarti pemimpin terdapat juga beberapa istilah atau sebutan untuk seorang pemimpin, yaitu: Raja, Maharaja, Prabhu, Ksatriya, Svamin, Isvara dan Natha. Di samping istilah-istilah tersebut di Indonesia kita kenal istilah Ratu atau Datu, Sang Wibhuh, Murdhaning Jagat dan sebagainya yang mempunyai arti yang sama dengan kata pemimpin namun secara terminlogis terdapat beberapa perbedaan (Titib, 1995 : 3). Asal-usul seorang pemimpin sebenarnya telah ditegaskan dalam kitab suci Veda (Yajurveda XX.9) sebagaimana telah disebutkan di muka, yang secara jelas menyatakan bahwa seorang pemimpin berasal dari warga negara atau rakyat. Tentunya yang dimaksudkan oleh kitab suci ini adalah benar-benar memiliki kualifikasi atau kemampuan seseorang. Hal ini adalah sejalan dengan bakat dan kemampuan atau profesi seseorang yang dalam bahasa Sanskerta disebut denganVarna. kata Varna dari urat kata “Vr” yang artinya pilihan bakat dari seseorang (Titib, 1995 : 10). Bila bakat kepemimpinannya yang menonjol dan mampu memimpin sebuah organisasi dengan baik disebut Ksatriya, karena kata ksatriya artinya yang memberi perlindungan. Demikian pula yang memiliki kecerdasan yang tinggi, senang terjun di bidang spiritual, ia adalah seorang Brahmana. Demikian pula profesi-profesi masyarakat seperti pedagang, bussinessman, petani, nelayan dan sebagainya. Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap jaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin. Sebut saja Erlangga, Sanjaya, Ratu Sima, Sri Aji Jayabhaya, Jayakatwang, Kertanegara, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan masih banyak lagi lainnya. Di era sekarang banyak tokoh Hindu yang juga dapat dijadikan sebagai panutan atau pimpinan seperti : Mahatma Gandhi, Svami Vivekananda, Ramakrsna, Sri Satya Sai dan sebagainya. Selain itu contoh kepemimpinan Hindu yang ideal dapat ditemukan dalam cerita Itihasa dan Purana. Banyak tokoh dalam cerita tersebut yang diidealkan menjadi pemimpin Hindu. Misalnya: Dasaratha, Sri Rama, Wibhisana, Arjuna Sasrabahu, Pandudewanata, Yudisthira dan lain-lain. Umumnya dalam cerita Itihasa dan Purana antara pemimpin (Raja) tidak bisa dipisahkan dengan Pandita sebagai Purohito (penasehat Raja). Brahmana ksatriya sadulur artinya penguasa dan pendeta sejalan. “Raja tanpa Pandita lemah, Pandita tanpa Raja akan musnah”. Misalnya : Bhatara Guru dalam memimpin Kahyangan Jonggring Salaka dibantu oleh Maharsi Narada sebagai penasehat-Nya, Maharaja Dasaratha ketika memimpin Ayodya dibantu oleh Maharsi Wasistha, Maharaja Pandu dalam memimpin Astina dibantu oleh Krpacharya dan sebagainya. 2.2. Kepemimpinan Gajah Mada Dalam khasanah sejarah kepemimpinan di Nusantara, Mahapatih Gajah Mada adalah sosok fenomenal dan melegenda. Namanya tercatat dalam tinta emas karena prestasi yang dilakukannya. Dengan demikian, tidak salah jika kita mengambil pelajaran berharga soal kepemimpinan dari tokoh yang satu ini. Banyak ajaran Gajah Mada ini yang masih relefan untuk diterapkan hingga saat ini. Itulah sebabnya kepemimpinannya mampu menjadi legenda di zamannya. Keprabuan Majapahit mengalami zaman keemasan selama pemerintahan Tribhuana Tunggadewi Jayawisnu Wardhani yang diteruskan oleh putranya Hayam Wuruk yang bergelar Sri Rajasanegara. Dalam masa itu, yaitu kurun waktu antara tahun 1328M s/d 1389M Keprabuan Majapahit mengalami zaman keemasan, menguasai seluruh Nusantara, kecuali dua kerajaan kecil di Jawa Barat, yaitu Sunda Galuh dan Sunda Pakuan. Dengan kekuasaan yang begitu luas cakupan pengaruhnya itu tentu bisa dibayangkan kharisma tokoh dibalik itu semua. Bahkan ada yang menyatakan bahwa daerah kekuasaannya adalah mulai dari Madagaskar sampai Papua, ke Utara sampai Filipina. Semua itu tentunya akibat dijalankannya ajaran-ajaran luhur, termasuk ajaran kepemimpinan. Hal ini tidak terlepas dari peran Mahapatih Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapanya. Dengan tekadnya yang kukuh, Gajah Mada memimpin bangsanya untuk menyatukan Nusantara, dengan harapan agar persatuan dan kesatuan tersebut dapat melindungi bersama dari ancaman bangsa di utara yang waktu itu dikenal dengan nama bangsa Tartar. Majapahit membangun kekuatan armada lautannya sedemikian kuat terdiri atas ratusan kapal perang dibawah pimpinan laksamana Nala, dan juga pasukan darat yang handal, dengan inti kekuatan pasukan khusus Bhayangkara. Oleh karena itu wajar apabila Gajah Mada memiliki ajaran-ajaran khusus kepemimpinan yang dipedomani dan diajarkan selama masa kekuasaannya. Dan ajaran-ajaran kepemimpinan itu benar-benar dipatuhi oleh setiap pejabat dan rakyat yang berada dalam barisan birokrasi saat Gajah Mada berkuasa. Menurut Gajah Mada, pada dasarnya hanya ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai pemimpin atau orang yang dipimpin. Sebagai pemimpin, maka ia harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memimpin (kapabilitas), serta dapat diterima oleh yang dipimpin ataupun atasannya (aksetabel). Kemampuan dalam arti mampu memimpin, mampu mengorbakan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu, tenaga, materi serta dapat diterima atau dapat dipercaya oleh anggota masyarakat dan pejabat yang diatasnya. Sedangkan sebagai anggota yang baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai pemimpin, dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama disebut Satya Bela Bakti Prabu. Hubungan kerjasama yang saling membutuhkan ibarat singa dengan hutan, yang perlu diterapkan oleh pemimpin dan masyarakatnya. Sehingga dapat sukses dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Tidak ada pemimpin yang sukses tanpa didukung masyarakatnya, demikian pula sebaliknya. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam buku “Misteri Gajah Mada” karya: Purwadi, 2009, maka menurut Mahapatih Gajah Mada ada 18 ilmu kepemimpinan yang harus diterapkan, diantaranya: 1) Wijaya Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan, karena hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan. 2) Mantriwira Seorang pemimpin harus berani membela dan menengakkan kebenaran dan keadilan, tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun 3) Natangguan Seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut, sebagai tanggungjawab dan kehormatan. 4) Satya Bakti Prabu Seorang pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tiggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa. 5) Wagmiwa Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan, serta mampu menggugah semangat masyarakatnya. 6) Wicaksaneng Naya Seorang pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat. 7) Sarjawa Upasama Seorang pemimpin harus rendah hari, tidak boleh sombong, congkak mentang-mentang menjadi pemimpin dan tidak sok berkuasa. 8) Dirosah Seorang pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, pemimpin harus memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan umum. 9) Tan Satresna Seorang pemimpin tidak boleh memihak dan pilih kasih terhadap salah satu golongan atau memihak saudaranya, tetapi harus mampu mengatasai segala paham golongan. Sehingga dengan demikian akan mampu mempersatukan seluruh potensi masyarakatnya untuk menyukseskan cita-cita bersama. 10) Masihi Samasta Buwana Seorang pemimpin harus mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia dari Tuhan dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat. 11) Sih Samasta Buwana Seorang pemimpin harus dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin harus mencintai rakyatnya. 12) Negara Gineng Pratijna Seorang pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan pribadi ataupun golongan, maupun keluarganya. 13) Dibyacita Seorang pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya (akomodatif dan inspiratif). 14) Sumantri Seorang pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa. 15) Nayaken Musuh Seorang pemimpin harus dapat menguasai musuh-musuhnya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri (nafsunya/sadripu). 16) Ambek Parama Art Seorang pemimpin harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi kesejahteraan dan kepentingan umum. 17) Waspada Purwa Arta Seorang pemimpin harus selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (instropkesi) untuk melakukan perbaikan. 18) Prasaja Seorang pemimpin harus berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba gemerlap. Selain itu, Gajah Mada juga mengamalkan ajaran dari Prabu Arjuna Sasrabahu dalam pewayangan, yang merumuskan ilmu kepemimpinan yang dikenal dengan Panca Titi Darmaning Prabu atau lima kewajiban sang pemimpin. Yaitu: 1. Handayani Hanyakra Purana Seorang pemimpin senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan kesempatan bagi para generasi mudanya atau anggotanya untuk melangkah ke depan tanpa ragu-ragu. 2. Madya Hanyakrabawa Seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya senantiasa berkonsolidasi memberikan bimbingan dan mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang mengutamakan kepentingan rakyat. 3. Ngarsa Hanyakrabawa Seorang pemimpin sebagai seorang yang terdepan dan terpandang senantiasa memberikan panutan-panutan yang baik sehingga dapat dijadikan suri tauladan bagi masyarakatnya. 4. Nir bala Wikara Seorang pemimpin tidaklah selalu menggunakan kekuatan atau kekuasaan di dalam mengalahkan musuh-musuh atau saingan politiknya. Namun berusaha menggunakan pendekatan pikiran dan lobi, sehingga dapat menyadarkan dan disegani pesaing-pesaingnya. 5. Ngarsa Dana Upaya Seorang pemimpin sebagai seorang kesatria harus senantiasa berada didepan dalam mengorbankan tenaga, waktu, materi, pikiran, bahkan jiwanya untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakatnya. Demikianlah ketinggian budhi dan kebesaran laku Gajah Mada yang menjadikan ia seorang yang besar waktu itu. Sehingga kepergian Gajah Mada yang meninggal dunia tahun 1364 berakibat besar bagi kehidupan/kemashuran kerajaan Majapahit, karena semenjak itu kekuasaan mulai menurun. Bahkan untuk memangku jabatan yang dahulu oleh Gajah Mada seorang pun tak ada yang sanggup menggantikannya sehingga untuk memangku jabatan ini telah diangkat 7 (tujuh) orang patih untuk memangku jabatan tersebut. Gajah Mada terkenal dengan Sumpah Palapa, yaitu kekerasan hatinya yang ingin membangun persatuan dan kesatuan bangsa yang terkenal dengan sesantinya “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrva” Artinya; “Berbeda-Beda Tapi Satu Jua, Tahan/Berani Karena Benar Serta Satunya Cipta, Rasa, Karsa, Kata Dan Karya Berdasarkan Kebenaran Dari Yang Tunggal”. Suara sumpah Palapa ini nyaring terdengar dan sumpah Nusantara itu jelas makudnya serta yakin hendak mempersatukan segala daerah tumpah darah kita dibawah lindungan negara. Sumpah dan Janji terus terang ini hanyalah dapat dilakukan dengan hati yang teguh. dan keberanian yang tebal. Pada waktu itu masih banyak golongan yang belum percaya akan kekuatan Gajah Mada, bahkan oleh para ksatria negara dinilainya sebagai kesombongan yang mungkin membahayakan Negara. Juga Gajah Mada pada waktu itu banyak mempunyai musuh dalam kalangan politik. paham baru masihpada tarap awal dan paham lama masih mendapatkan tempat yang kuat. Jadi tak heran bahwa setelah sumpah Nusantara itu diucapkan, maka dalam rapat di Paseban itu terdengar makian dan ejekan yang tak merdu bunyinya. Ra Kembar dan Banyak dengan terus terang mengatakan tak mau percaya kepada kemenangan Gajah Mada dan terus memaki-mmaki dengan perkataan yang kasar-kasar. Jabung, Terewes dan Lembu Peteng tertawa-tawa mengejeknya, yang menganggapnya sombong dan tinggi hati melambung itu. Melihat keadaan ini maka Gajah Mada segera bertindak karena percaya atas keyakinannya. Benar Gajah Mada Nusantara bersatu! Oleh karena itu tidak heranlah kita bila kita yang hidup diabad ke 21 ini, harus meneruskan pandangan politik Gajah Mada dengan ciri menterjemahkan kalimat bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang lancar dengan mcngindahkan istiadat persatuan agar anak cucu dapat mencontoh semangat pengabdiannya terhadap Nusa dan Bangsa. Bila disimpulkan sifat dan watak kepemimpinan Gajah Mada adalah sebagai berikut : a) Bijaksana. b) Berani karena beuar dan rela berkorban. c) Komunikatip dan pandai berpidato. d) Dipercaya rakyat dan seluruh pengikutnya. e) Setia dengan hati yang iklas kepada negara dan bangsa. f) Dapat mempengaruhi anggota/masyarakatnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. g) Rajin bekerja dan mempunyai keteguhan jiwa. h) Sikapnya tegas, keputusan-keputusanny selalu tepat. i) Berbudi luhur j) Sopan santun. k) Cita-citanya tinggi, Tak akan makan buah palapa sebelum Nusantara bersatu l) Kasih sayang pada sesama. m) Iman dan taqwa karena ia melaksanakan perintah-perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangannya. n) Rela berkorban dengan tanpa pamrih. o) Pembela tanah air dengan mengenyahkan musuh-musuh Negara demi kemajuan Bangsanya. 2.3 Kehidupan Masyarakat Kerajaan Majapahit a) Bidang Ekonomi Dalam keindahan ekonomi, Majapahit lebih mengutamakan perdagangan sebagai mata pencaharian utama selain pertanian. Majapahit memiliki kota pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan antar pulau. Pelabuhan tersebut, antara lain Pelabuhan Canggu, Pelabuhan Surabaya, Pelabuhan Gresik, Pelabuhan Sedayu, Pelabuhan Tuban, dan Pelabuhan Pasuruan. secara geografi letak Majapahit sangat strategis karena adanya lembah yang luas, yaitu di tepian Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas tersebut dapat dilayari sampai ke daerah hulu. Kedua sungai tersebut selain berfungsi untuk pengairan lahan pertanian, juga berfungsi sebagai sarana transportasi penting yang menunjang perekonomian masyarakatnya. Barang perdagangan dari Kerajaan Majapaht antara lain berupa beras, lada, garam, gading, cengkih, pala, kayu, cendana, ikan, emas dan intan. Bidang pertanian juga mendapat perhatian dari pemerintah majapahit. Tanggul-tanggul di sepanjang sungai diperbaiki untuk mencegah terjadinya banjir. b) Bidang Sosial Pada saat Majapahit mencapai puncak kejayaan, kehidupan rakyatnya sangat adil dan makmur. Perhatian pemerintah terhadap rakyat sangat tinggi. Hal itu terlihat dari perhatian kerajaan terhadap kelancaran perdagangan, pelayaran, pertanian, keamanan, dan ketertiban masyarakat. Perhatian raja terhadap rakyatnya juga terlihat dari perjalanan Raja Hayam Wuruk mengunjungi daerah-daerah kekuasaannya. Untuk mengatur ketertiban masyarakat dalam penggunaan tanah, dibuatkan Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perpajakan. Masyarakat Majapahit juga sangat patuh terhadap rajanya karena raja dianggap sebagai penjelmaan dewa. Kehidupan keagamaan masyarakat juga diperhatikan oleh negara. Rakyat diberi kebebasan untuk menganut suatu agama atau kepercayaan. Agama yang berkembang ada saat itu adalah agama Hindu Syiwa dan agama Buddha. c) Bidang Budaya Kehidupan rakyat Majapahit yang makmur menyebabkan kebudayaannya pun maju pesat. Berbagai hasil kebudayaan baik yang berupa candi, arca, maupun kesusastraan yang sampai pada memiliki mutu yang tinggi. Kehidupan masyarakat Majapahit telah maju. Kota Majapahit telah dikelilingi dengan tembok yang terbuat dari batu bata. Maasyarakat Majapahit telah mengenal seni wayang, seni sastra, seni gamelan, seni patung, seni bangunan, serta mengenal pengetahuan bertani, berdagang, berlayar dan pertukangan. 2.4 Sepeninggalnya Gajah Mada Pada tahun 1364 Gajah Mada meninggal. Raja Hayam Wuruk bingung dan sangat berduka cita, seluruh Kerajaan Majapahit berkabung. Raja Hayam Wuruk lalu mengundang Pohon Narendra, yaitu semacam dewan penasihat untuk merundingkan calon pengganti kedudukan Gajah Mada. Akan tetapi, usaha itu tidak berhasil. Tidak seorang pun yang sanggup menggantikan kedudukan dan peranan Gajah Mada sehingga untuk sementara waktu pemerintahan Hayam Wuruk tanpa patih maengkubhumi. Untuk mengisi kekosongan jabatan pahit hamengkubhumi diangkatlah pejabat baru Pu Tanding sebagai wredamantri. Pu Nala menjadi mantri amancanagara, dan Patih Dani sebagai menteri muda. Baru beberapa saat kemudian Gajah Enggon diangkat sebagai patih hamangkubhumi. Namun, kesemuanya tidak mampu menggantikan peranan Gajah Mada. Pada tahun 1389 M Hayam Wuruk Wafat. Sejak saat itulah, Majapahit semakin suram yang dimulai dengan timbulnya Perang Saudara di Majapahit. BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan Dalam agama Hindu, banyak ditemukan istilah yang menunjuk pada pengertian pemimpin. Ajaran atau konsep kepemimpinan (leadership) dalam Hindu dikenal dengan istilah Adhipatyam atau Nayakatvam. Kata “Adhipatyam” berasal dari “Adhipati” yang berarti “raja tertinggi” (Wojowasito, 1977 : 5). Sedangkan “Nayakatvam” dari kata “Nayaka” yang berarti “pemimpin, terutama, tertua, kepala” (Wojowasito, 1977 : 177). Dalam sejarah Hindu banyak contoh pemimpin yang perlu dijadikan suri teladan. Di setiap jaman dalam sejarah Hindu selalu muncul tokoh yang menjadi pemimpin salah satunya yaitu Gajah Mada. Namanya tercatat dalam tinta emas karena prestasi yang dilakukannya. Dengan demikian, tidak salah jika kita mengambil pelajaran berharga soal kepemimpinan dari tokoh yang satu ini. Banyak ajaran Gadjah Mada ini yang masih relefan untuk diterapkan hingga saat ini. Itulah sebabnya kepemimpinannya mampu menjadi legenda di zamannya. 3.2. Saran Memperhatikan apa yang pernah diterapkan oleh Mahapatih Gajah Mada, maka menjadi jelaslah bahwa kepemimpinan itu sangatlah penting. Namun lebih penting lagi tentang bagaimana memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin yang baik dan menjadi seorang yang dipimpin secara benar. Gajah Mada memiliki strategi dan kemampuan yang sangat baik, sebab ia pun sadar bahwa untuk suksesnya pencapaian tujuan dari suatu perkumpulan, maka sangat tergantung dari proses kerjasama dan rasa saling membutuhkan diantara anggota dan pemimpinnya. Jadi, untuk menjadi sebuah bangsa yang besar dan berwibawa, maka baiklah kita mengambil pelajaran dari semua yang telah dijabarkan oleh nenek moyang kita itu. Dari setiap prinsipnya, tidak satupun yang bertentangan dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Semuanya sangat relevan dengan kehidupan kita sekarang. Bahkan patut diterapkan sebagai tolak ukur keberhasilan.

Manusia Pertama Dalam Veda

MANUSIA PERTAMA DALAM VEDA Veda membantah teori klasik Darwin dimana teori itu menyebutkan manusia berasal dari kera. Nenek moyang manusia...